Ada berita penting nih, soal aturan kerukunan umat beragama di Indonesia. Ini harus jadi perhatian kita bersama. Jadi, sekarang ini lagi dibahas Rancangan Peraturan Presiden tentang Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama. Rancangan Perpres ini dimotori Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Kementerian Agama dengan melibatkan banyak pihak. Rancangan Perpres ini adalah peningkatan dari Peraturan Bersama Menteri (PBM), yaitu Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri tahun 2006.
Selama ini kerukunan umat beragama/kepercayaan kaya pendirian rumah ibadah, diatur dalam PBM ini. Masalahnya, PBM ini dinilai mengandung berbagai persoalan. Pemerintah lalu ngelakuin penyempurnaan pengaturan mengenai kerukunan umat beragama, dari PBM menjadi Perpres. Jadi, niat awal pengaturan dalam rancangan Perpres ini dimaksudkan sebagai pemajuan. Rancangan Perpres ini mendapat kritik serta masukan dari kelompok masyarakat sipil yang selama ini peduli pada isu kebebasan beragama dan berkeyakinan. Di antaranya, Setara Institute.
Menurut Peneliti Setara, Sayyidatul Insiyah, rancangan ini nggak mengakomodasi keberadaan umat penghayat kepercayaan. Padahal putusan Mahkamah Konstitusi tahun 2016 sudah mengafirmasi kesetaraan antaragama dengan kepercayaan. Tapi, diskriminasi terhadap penghayat kepercayaan masih sering terjadi. Sayangnya, rancangan Perpres ini dianggap masih sangat minim dalam menyebut tentang penghayat kepercayaan. Karena itu, inklusi penghayat kepercayaan harus dilembagakan melalui rancangan Perpres ini.
Rancangan Perpres ini juga dianggap masih berpotensi menimbulkan diskriminasi buat kelompok minoritas, terutama dalam hal pendirian rumah ibadah. Persoalan pendirian tempat ibadah selalu jadi salah satu kasus dominan, dari kasus pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan. Data Setara selama 2007-2022 nunjukkin ada 573 kasus gangguan terhadap peribadatan dan tempat ibadah. Itu dipicu antara lain karena ketentuan-ketentuan diskriminatif soal pendirian rumah ibadah yang diatur dalam PBM.
Asal tahu aja nih, dalam PBM, untuk mendapat izin pendirian rumah ibadah dari pemerintah, panitia harus memenuhi sejumlah persyaratan. Di antaranya, mendapat dukungan 60 orang dari luar jemaat dan 90 orang dari jemaatnya sendiri. Dukungan itu harus dibuktikan pakai pengumpulan KTP warga. Setara ngusulin perubahan dalam soal pendirian rumah ibadah. Di antaranya, penegasan bahwa syarat 60 orang itu dapat berasal dari agama yang sama. Juga, sanksi bagi kepala daerah yang nggak memberikan keputusan tentang pendirian rumah ibadah dalam waktu lebih dari 90 hari.
Mudah-mudahan kritik dan masukan Setara ini diakomodasi dalam rancangan perpres ini. Agar keadilan benar-benar bisa dirasain semua pemeluk agama dan penganut kepercayaan, tanpa terkecuali. Yuk, kita kawal rancangan Perpres Tentang kerukunan umat beragama ini.