Jakarta, PIS – Kematian Albar Mahdi di Pesantren Gontor, Ponorogo, Jawa Timur, membuka tabir kekerasan fisik di pesantren terkemuka itu. Ternyata kekerasan fisik sudah jadi makanan sehari-hari para santri di Gontor.
Ini misalnya diceritakan secara mendetail di akun Twitter @FadhilFirdausi. Fadhil mengaku alumni Gontor, meski tidak sampai lulus. Dalam thread-nya itu dia bercerita tentang pengalamannya selama jadi santri di Gontor.
Di tahun pertama, Fadhil sudah disiksa. Dia dihukum oleh pengurus rayon yang umumnya kelas 5 (setara 2 SMA/Aliyah). Dia dikumpulkan di satu ruangan bersama para siswa yang melanggar aturan pesantren.
Nama forumnya: mahkamah. Para santri baru yang melanggar itu disuruh push-up, sit-up, kayang, kuda-kuda. Itu masih relatif manusiawi. Hukuman akan berbeda kalau pengurus rayon yang menghukum sedang bad mood.
“Santri bisa dipukul menggunakan tongkat besi, rantai, kabel tebal, dan lain sebagainya,” cuit Fadhil. Fadhil juga cerita soal mahkamah setiap Jumat pagi. Ceritanya, lagi-lagi mengerikan.
Santri yang dianggap melanggar bakal mendapat hukuman yang lebih sadis. Mereka dipukul, ditampar, bahkan ditendang hingga menabrak tembok.
“Emang sih mereka enggak mukul organ vital. Tapi tetap aja yang namanya dipukul, ya sakit.” Selain pengurus rayon, pengurus pesantren juga menghukum santri dengan cara-cara kekerasan.
Pengurus pondok itu umumnya dijabat para santri kelas 6, setara 3 SMA/Aliyah. Hukumannya lebih sadis dibanding pengurus rayon. Fadhil pernah dihajar habis-habisan santri senior itu hingga sempat tidak bisa berjalan.
Para santri yang dihukum tidak dibolehkan melawan. Itulah yang mendorongnya keluar dari pesantren. Thread Fadhil itu sudah viral. Namun sejauh ini belum terdengar respons dari Pesantren Gontor.
Apa yang terjadi di Gontor ini tak boleh terus dibiarkan. Para siswa disekolahkan di Pesantren Gontor agar menjadi pintar dan soleh. Tidak ada alasan yang dibenarkan bagi perlakuan para senior yang menyiksa para juniornya.
Dan sungguh mengherankan bahwa para pengelola Gontor membiarkannya. Stop kekerasan di pesantren!