Apa yang dilakukan SMA Sulthan Baruna, Cianjur, Jawa Barat, kepada para siswinya ini sungguh kelewatan. Bayangin, seluruh siswinya disuruh tes kehamilan. Jadi, viral video yang nunjukin satu per satu siswi antri di toilet dan menunggu giliran untuk dites urinenya.
Ternyata, apa yang dilakukan SMA Sulthan Baruna ini bukan yang pertama. Ini sudah berjalan selama 2 tahun terakhir dan dilakukan setelah libur panjang atau setiap awal semester. Kepala Sekolah SMA Sulthan Baruna, Sarman, jelasin 3 tahun lalu ada siswi yang hamil di luar nikah. Dari situ sekolah berinisiatif lakuin pengetesan itu secara rutin biar kejadian itu nggak terulang lagi. Dia juga bilang, langkah ini sudah dapetin persetujuan dari orangtua dan komite sekolah. Bahkan, alat tes kehamilan yang digunakan dibeli menggunakan kas sekolah. “Kami lakukan tes ini untuk memastikan para siswi terhindar dari pergaulan bebas,” ujarnya.
Langkah Sekolah SMA Sulthan Baruna ini dapat dukungan dari Bupati Cianjur, Herman Suherman. Herman menganggap kebijakan ini sebagai sesuatu yang positif. Menurutnya, langkah ini bisa jadi peringatan bagi siswi agar lebih berhati-hati dalam pergaulan. Bahkan, dia mendorong sekolah lain untuk melakukan hal serupa.
Langkah Sekolah SMA Sulthan Baruna ini dikecam sebagai tindakan diskriminatif terhadap perempuan. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menganggap langkah ini menempatkan siswi sebagai objek, sementara siswa nggak dilibatkan dalam tanggung jawab kehamilan. “Harusnya edukasi bagaimana mencegah, bukan melakukan tes kehamilan,” kata Komisioner KPAI, Ai Maryati.
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Alissa Wahid juga menentang keras langkah Sekolah SMA Sulthan Baruna ini. Menurutnya, tes kehamilan itu bersifat privat dan nggak boleh dipaksakan. Alissa menilai sekolah seharusnya membangun kepercayaan kepada siswanya, bukan malah mencurigai mereka. Aktivis perempuan Cianjur, Lidya Umar, bilang tes ini bisa berdampak buruk pada psikologi anak. “Harusnya cenderung ke pembinaan bukan sampai ke arah tes. Karena itu ranah privasi yang harusnya dilindungi,” ujarnya.
Influencer dan aktivis perempuan, Kalis Mardiasih, menganggap langkah ini mempermalukan perempuan tanpa memberikan solusi nyata. Kalis mengkritik langkah ini cuma berfokus pada deteksi, bukan pencegahan. Sementara pendidikan seksual yang tabu dan kurangnya layanan konseling kurang menjadi perhatian.
Komisi V DPRD Jawa Barat, Zaini Shofari, menyatakan akan memanggil kepala sekolah SMA Sulthan Baruna. Menurutnya, kebijakan ini perlu dievaluasi karena berpotensi melanggar hak reproduksi perempuan.
Langkah tes kehamilan massal ini harus dikecam dan segera dihentikan. Omong kosong langkah ini untuk melindungi para siswi. Tes kehamilan massal terhadap para siswi justru menstigmatisasi mereka. Siswi dituding sebagai satu-satunya pihak yang disalahkan atas kehamilan yang dialaminya. Langkah ini adalah ajang penghakiman dan kontrol terhadap tubuh perempuan yang sangat menjijikan.
Kalo sekolah dan pemerintah benar-benar ingin melindungi perempuan, lakukan dengan perspektif dan cara yang jauh dari kesan primitif. Fokuslah menciptakan pendidikan kesehatan reproduksi yang komprehensif, layanan konseling, dan pendekatan berbasis psikososial. Sekolah seharusnya menjadi tempat yang aman dan suportif, terutama bagi perempuan. Lawan diskriminasi terhadap perempuan di lingkungan sekolah!