Rose BLACKPINK dan Bruno Mars lagi menikmati kesuksesan sekaligus menelan pahit. Itu karena lagu mereka yang meledak secara global yaitu ‘APT’ mendapat penolakan. Di Korea Selatan sendiri, APT dianggap jadi “lagu terlarang”. Istilah itu digunakan untuk lagu-lagu yang melodi dan liriknya begitu menarik hingga terus terngiang di kepala pendengar. Ini jadi masalah serius bagi siswa SMA yang lagi persiapan ujian masuk perguruan tinggi atau CSAT. APT dianggap memiliki melodi lagu yang membuat candu dan berpotensi mengganggu konsentrasi pelajar di Korea Selatan. Ini terbukti dari pengakuan seorang siswa bernama Na Mo. Dia mengaku sengaja menghindari lagu tersebut karena khawatir melodi “apateu apateu” akan mengganggu pikirannya selama ujian. Fenomena seperti ini disebut ‘earworm’, ketika melodi terus terulang di kepala tanpa disadari.
Menurut profesor psikologi Lim Myung-ho, kondisi ini dapat meningkatkan kecemasan. Terutama pada siswa yang sedang berada di bawah tekanan berat seperti persiapan CSAT. Meskipun pelarangan ini dimaksudkan untuk melindungi konsentrasi siswa, gelar “lagu terlarang” di Korea Selatan sebenarnya menjadi simbol kesuksesan. Sebelumnya, lagu-lagu populer seperti “Ring Ding Dong” milik SHINee dan “Next Level” milik Aespa juga sempat mendapat label serupa.
Kontroversi APT nggak berhenti di situ. Di Malaysia, lagu ini juga dilarang Kementerian Kesehatan dengan alasan bertentangan dengan nilai-nilai budaya lokal. Lirik lagu yang terinspirasi dari permainan minum alkohol khas Korea itu dianggap tidak pantas dan dapat merusak moral generasi muda. Pemerintah Malaysia menekankan pentingnya kewaspadaan terhadap pengaruh budaya asing yang dapat masuk tanpa filter. Meski begitu, pelarangan ini memicu perdebatan di kalangan penggemar. Sebagian mendukung langkah tersebut, sementara lainnya menganggapnya terlalu berlebihan. Kontroversi APT juga terkait dengan seruan boikot terhadap Bruno Mars yang muncul di media sosial.
Sebagian netizen pro-Palestina memboikot Bruno Mars karena pernah tampil di Tel Aviv, Israel. Penampilan itu dianggap sebagai bentuk dukungan terhadap negara Israel dan hak mereka untuk hidup di atas tanah Palestina. Seruan boikot ini meluas hingga menyasar semua karya yang melibatkan Bruno, termasuk APT. Di media sosial, pendapat penggemar juga terpecah. Sebagian dari mereka percaya musik seharusnya bebas dari politik. Dan sebagian lain merasa seniman harus bertanggung jawab secara moral atas karya dan tindakan mereka. Kesuksesan APT memang mengagumkan. Lagu itu berhasil masuk ke posisi #8 Billboard Hot 100. Lagu itu juga membawa Rose mencapai penghargaan solois K-pop perempuan pertama yang meraih Perfect All-Kill pada tahun 2024.
Yang nggak kalah penting, kesuksesan APT menunjukkan kekuatan musik yang mempengaruhi berbagai aspek kehidupan. Mulai dari hiburan, tekanan sosial, budaya, hingga politik. Dalam konteks Korea Selatan, kesuksesan APT secara nggak langsung membuka diskusi soal tekanan besar sistem pendidikan di Korea Selatan. Ujian masuk perguruan tinggi seperti CSAT dianggap sebagai penentu masa depan seseorang, mulai dari peluang karir hingga status sosial. Para siswa sering belajar hingga 16 jam sehari dengan tambahan bimbingan di hagwon atau tempat les privat.
Ketika hari ujian tiba, seluruh negara bahkan menyesuaikan diri demi mendukung siswa. Mulai dari menghentikan penerbangan hingga mengatur lalu lintas. Namun, tekanan ini membawa dampak psikologis serius, termasuk kecemasan tinggi hingga kasus depresi yang tidak sedikit. Melodi APT yang dianggap adiktif bisa menambah beban siswa yang sudah berada di bawah tekanan besar. Setelah masa-masa ujian, tentu kita harap APT bisa didengarkan kembali di Korea Selatan. Di luar itu, kontroversi APT juga mengingatkan kita bahwa musik tidak selalu hanya soal selera.
Tapi bisa menjadi simbol dari isu-isu yang lebih besar.
Itu terlihat dari kasus penolakan lagu APT di Malaysia dan boikot terhadap Bruno Mars. Musik memiliki pengaruh yang sangat besar dalam kehidupan masyarakat, khususnya di kalangan anak muda.
Musik juga punya nilai penting bagi seni, budaya, dan ekonomi. Musik bisa menjadi pelarian dari tekanan, memberikan inspirasi, bentuk perlawanan, dan mempersatukan berbagai latar belakang di seluruh dunia. Semoga hambatan-hambatan tersebut, nggak mematahkan semangat Rose dan Bruno dalam berkarya ya.
Yuk, kita dukung terus industri musik!