Kuliner Nusantara ‘Soto’ Ternyata Punya Akar Budaya Tionghoa!

Published:

Siapa yang gak kenal dengan makanan khas Indonesia yakni soto? Ternyata makanan sup yang bisa ditemuin dimana-mana ini berawal mula dari kuliner Tionghoa loh! Fakta ini disampein sama konten kreator @azmiabubakarofficial di akun Tiktok-nya. Azmi ngutip dari buku Nusa Jawa: Silang Budaya karya Prof. Denys Lombard dan media Shinchun tahun 1957. Dia ngejelasin kalau selama ini kita salah kaprah soal asal-usul soto.

Banyak yang mikir soto Makassar dari Makassar atau soto Madura dari Madura. “Pendapat ini tidak sepenuhnya benar karena ternyata asal kata soto itu dari perkataan Hokkien,” ucap Azmi. Soto asal katanya dari jauto yang artinya babat atau jeroan. Lengkapnya jautotung, kuah babat. Setelah ditelusuri, ternyata apa yang diucapkan Azmi ini benar adanya loh. Jadi, jauto mulai masuk ke Indonesia lewat Semarang pada abad ke-19, dibawa oleh pedagang Tionghoa. Awalnya berbasis jeroan dan daging babi, tapi seiring waktu, bahan-bahannya menyesuaikan dengan selera masyarakat Indonesia. Karena mayoritas Muslim, daging babi diganti ayam, sapi, atau kerbau. Dari situ, soto berkembang di berbagai daerah dengan ciri khasnya sendiri.

Sekarang aja, ada lebih dari 70 varian soto di Indonesia! Beberapa yang paling populer: Soto Lamongan, Soto Betawi, Soto Kudus, Soto Medan, dan Soto Banjar. Dari Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, sampai Papua, hampir setiap daerah punya versinya sendiri. Bahkan dari kelas ekonomi, soto bisa kita temuin, baik dari pedagang kaki lima sampai restoran mewah. Karena keanekaragamannya, saat ini soto resmi diakui sebagai bagian dari identitas kuliner Nusantara. Menteri Pariwisata Arief Yahya menetapkan ini dalam Dialog Gastronomi Nasional ke-2 pada 29 Maret 2017.

Yang lebih keren lagi, soto bukan cuma terkenal di Indonesia, tapi juga diakui dunia! CNN Travel masukin soto ayam ke daftar 20 sup terbaik dunia. Nah di platform kuliner global kayak Taste Atlas, 2 variasi soto dari Indonesia udah nangkring di peringkat atas. Contohnya, di tahun 2024, soto Betawi dapet peringkat ketiga dengan rating bintang 4,7 dalam daftar 10 sup terbaik di dunia. Saat itu, soto Betawi bersaing dengan sup terkemuka lain seperti vori-vori dari Paraguay dan ramen dari Jepang. Nah di tahun 2025, soto Lamongan menyusul ada di peringkat ketiga dalam kategori sup ayam terenak di dunia, dengan rating bintang 4,4.

Ini bukti kalau kuliner Tionghoa udah melebur dalam budaya Indonesia dan jadi sesuatu yang kita banggakan. Tapi sayangnya, kontribusi etnis Tionghoa dalam banyak hal sering dilupakan. Bahkan kalau kita lihat, ada banyak makanan lain yang juga berasal dari akulturasi budaya Tionghoa. Misalnya bakso, mie ayam, lumpia dan banyak makanan lain. Ini jadi reminder buat kita, agar lebih menghargai kontribusi etnis Tionghoa. Soto bukan sekadar makanan, tapi sudah jadi simbol persatuan dan keberagaman. Dari semangkuk soto, kita belajar bahwa perbedaan bisa menciptakan sesuatu yang indah. Jadi, jangan ada lagi ya diskriminasi pada etnis Tionghoa. Walau berbeda-beda, kita harus tetap satu ya!

Artikel Terkait

Terbaru

spot_img