Jakarta, PIS – MUI Cicurug, Sukabumi, menolak renovasi klenteng yang akan dilakukan oleh Yayasan Gema Cita Nusantara. Tempat itu merupakan Rumah Ibadah Istana Langit ke 9 Jiu Tien Kung Kebon Limus. Ketua MUI Kecamatan Cicurug, KH Endang Sana’ul Azha menyatakan ada enam syarat yang harus dipenuhi sebelum dilakukan renovasi.
“Saat ini, hanya satu yang sudah terpenuhi, yaitu dukungan warga sekitar, sementara sisanya tidak dipenuhi,” jelasnya. Enam persyaratan tersebut mengacu pada Surat Keputusan Bersama (SKB) 2 Menteri tentang pendirian rumah ibadah. Aturan itu adalah Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006.
Rumah ibadah Jiu Tien Kung itu sudah berdiri sejak 1975. Lahan tempat rumah ibadah itu berdiri seluas 8.800 meter persegi. Bangunannya terdiri dari tiga bagian. Pertama, Rumah Ibadah Petilasan Prabu Siliwangi.
Kedua, Vihara Khusus YM Buddha Dewi Welas Asih Kwan Im. Ketiga, Jiu Tian Sien Ni atau Dewi Langit ke 9. Sejarah tempat itu tak terlepas dari keterkaitannya dengan para pemimpin dalam sejarah Tatar Sunda.
Tempat itu dianggap sebagai salah satu petilasan para leluhur seperti, Eyang Raden Semadalan Paku Alam Jaya Kusuma atau Kian Santang. Terkait juga dengan Eyang Raden Temanggung Jaya Kusuma atau Prabu Siliwangi.
Maksud renovasi tersebut adalah ingin menjadikan tempat itu sebagai wisata religi. Setiap orang, dari agama dan etnis apa pun, bisa mengunjunginya. Selain syarat pembangunan dianggap tidak cukup, ada alasan penolakan renovasi.
Masyarakat setempat diklaim tak ingin terjadi Buddhaisasi. Mereka tak ingin berubah menjadi penganut Buddha setelah mengunjungi tempat tersebut. Alasan itu tentu tak masuk akal.
Bagaimana mungkin orang berubah keyakinan gara-gara berwisata ke wihara? Kita berharap pemerintah berpegang pada konstitusi dalam menengahi persoalan ini. Bukan dengan mengorbakan hak kelompok minoritas atas nama ketertiban dan kerukunan. Jangan persulit renovasi rumah ibadah saudara kita.