Netanyahu, Korupsi Dan Gencatan Senjata Di Gaza

Published:

Perdana Menteri Benjamin Netanyahu jadi sasaran protes di negaranya sendiri. Dia dituduh korupsi dan dengan sengaja memerintahkan pembantaian warga Palestina di Gaza untuk mengalihkan perhatian public. Serangan brutal Israel terhadap Gaza ini sudah berlangsung sejak Oktober 2023. Sejauh ini sekitar 45 ribu warga Palestina terbunuh, sebagian besar wanita dan anak-anak, dan hampir 113.000 lainnya terluka dalam kampanye militer itu.

Pada Januari 2025, sempat tercapai kesepakatan gencatan senjata. Tapi pada pertengahan Maret, Israel kembali menyerang dengan sangat ofensif. Kini semakin banyak orang Israel yang percaya bahwa Netanyahu melakukan aksi biadab ini untuk melindungi dirinya. Penyebabnya, serangan Maret 2025 ke Gaza itu berlangsung hampir bersamaan dengan saat pemerintah Israel mengeluarkan Keputusan untuk memecat Kepala Dinas Intelijen Shin Bet, Ronen Bar. Ronen Bar memang dikenal secara aktif berusaha melakukan investigasi tentang dugaan bahwa Netanyahu dan orang-orang terdekatnya menerima uang suap dari Qatar. Diduga, Ronen Bar akan menuntaskan penyelidikannya begitu perang di Gaza berakhir.

Pemecatan Ronen Bar, yang sudah memimpin Shin Bet sejak 2021, sudah dikabulkan oleh Kabinet Israel. Kabinet Israel memberikan suara untuk memberhentikan Ronen Bar karena Netanyahu mengaku kehilangan kepercayaan terhadapnya. Netanyahu telah menepis tuduhan korupsi dan menyebutnya bermotif politik untuk melengserkannya. Namun upaya Netanyahu menyingkirkan Ronen Bar ini bukannya tanpa halangan. Mahkamah Agung Israel ternyata membatalkan pemecatan tersebut. Jaksa Agung Israel Gali Baharav-Miara mengatakan, Netanyahu tidak boleh menunjuk kepala badan intelijen baru setelah putusan MA itu. Kini pertarungan Netanyahu dan Dinas Intelijen masih terus berlangsung.

Tudingan terhadap korupsi ini sekarang juga terdengar dalam aksi-aksi masyarakat yang meminta Netanyahu menghentikan genosida di Gaza. Dalam petisi yang diajukan masyarakat sipil, dikatakan Netanyahu menghasut penegakan hukum dan berusaha menghalangi penyelidikan atas tuduhan korupsi yang melibatkan dirinya dan rekan-rekannya. Mereka juga menyebut, aksi militer yang diperintahkan Netanyahu ini dilakukan untuk mengalihkan perhatian dari penyelidikan korupsi terhadap pemerintah. Pada 22 Maret, sekitar seratus ribu warga Israel melakukan unjuk rasa di sejumlah kota. Serangkaian petisi juga dikirimkan.

Seruan agar Israel segera menghentikan perang datang dari berbagai satuan militer, dari Komando Operasi Khusus, Angkatan Laut, Brigade Elit, Angkatan Udara. Yang menandatangani petisi bukan saja tentara aktif, tapi juga tentara Cadangan dan veteran. Di kalangan sipil, sekitar 3500 akademisi, lebih dari 3.000 profesional pendidikan, dan lebih dari 1.000 orang tua telah menandatangani petisi serupa yang menuntut diakhirinya perang dan kembalinya tawanan. Gerakan yang semula berkembang dalam tubuh militer ini berkembang sehingga juga melibatkan akademisi, aktivis, pemimpin partai, dan bahkan menteri dan mantan komandan militer.

Di luar Israel, seruan penghentian perang di Gaza juga terdengar. Paus Fransiskus misalnya menuntut agar genosida oleh Israel di Gaza dihentikan. Paus menyampaikannya tak lama setelah ia keluar dari perawatan di rumah sakit akibat pneumonia yang dideritanya selama lima pekan. Paus menyatakan sedih karena Israel kembali melakukan serangan di Gaza meskipun baru saja melakukan gencatan senjata. “Saya sedih dengan begitu banyak kematian dan cedera,” ujar Paus. Masyarakat dunia mengamini tuntutan Paus dan masyarakat Israel yang pro perdamaian. Solidaritas kita pada Palestina!

Artikel Terkait

Terbaru

spot_img