Nggak Masuk Akal! Masa MUI Bilang Anak Hasil Zina Nggak Wajib Dinafkahi si Ayah?

Published:

Pernyataan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Cholil Nafis sangat tidak masuk akal. Masa dia bilang anak hasil zina tak ada hubungan keturunan dengan ayahnya? Karena itu katanya, ayah dari anak hasil zina, tak punya kewajiban menafkahi atau memberi waris anak itu. “Anak hasil zina, hanya punya hubungan nasab dengan ibunya,” ucapnya. Meskipun hasil tes DNA menunjukkan ada hubungan dengan ayahnya, tetap tidak diakui sebagai anak si ayah. Katanya, ketentuan seperti itu sudah menjadi jumhur atau kesepakatan ulama.

Cholil menyampaikan masalah ini merespon ramainya pembicaraan anak hasil zina di media sosial. Terutama setelah adanya pengakuan dari Lisa Mariana yang menyebut punya anak dari hubungan gelapnya dengan mantan gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (RK). Walaupun RK sendiri membantah tuduhan itu. Pernyataan itu mendapat tanggapan negatif dari sejumlah tokoh.

Guru Besar Ilmu Politik Universitas Islam Negeri (UIN), Saiful Mujani menganggap pernyataan Cholil gak relevan dengan hukum di Indonesia. Karena Indonesia bukanlah negeri yang mendasarkan hukum pada fatwa ulama. “Negeri ini bukan negeri jumhur ulama,” tulisnya di akun X. “Segala opini, termasuk dari ulama, tidak relevan bila bertentangan dengan produk hukum negeri ini,” lanjutnya.

Direktur Jaringan Moderat Islam, Islah Bahrawi merespon keras pernyataan Cholil. Menurutnya fatwa jumhur ulama yang dikutip Cholil membahagiakan bajingan. Karena itu berarti melepas tanggung jawab seorang ayah kepada anaknya. “Fatwa jumhur ulama itu sangat membahagiakan para “bajingan” sedunia,” ungkap Islah. “Orang baik-baik saja jika cerai dengan istrinya, masih wajib menafkahi anak-anaknya,” “Lah ini yang ogah nikah, nidurin perempuan, terus “kecelakaan” jadi anak, mosok dilepaskan dari tanggung jawab?” ucapnya.

Pernyataan Cholil memang bertentangan dengan hukum positif Indonesia. Khususnya dengan Undang-Undang Perkawinan Pasal 43 ayat 1. Di sana ditegaskan bahwa anak yang dilahirkan di luar pernikahan mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan ayahnya, selagi bisa dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Atau alat bukti lain yang menurut hukum mempunyai hubungan darah. Termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayah. Konsekuensi dari ketentuan ini, tentu si ayah mempunyai kewajiban menafkahi anak hasil hubungannya di luar nikah. Tak hanya itu, si anak juga punya hak untuk mendapat warisan dari si ayah. Si anak juga berhak mendapat perwalian si ayah.

Indonesia bukanlah negara agama. Jadi, hukum-hukum yang berasal dari agama apapun tidak bisa mengikat warga negara Indonesia. Kecuali hukum itu telah diadopsi menjadi hukum positif Indonesia. Bahwa kalau ada warga yang bersepakat mengikuti hukum agama tertentu, silahkan saja. Tapi kalau ada perselisihan, yang harus dilaksanakan adalah ketentuan berdasarkan hukum Indonesia. Pemuka agama boleh saja menyampaikan pendapat hukum berdasarkan keyakinannya. Tapi sekali lagi itu tidak mengikat. Pun ketika hukum itu telah menjadi kesepakatan ulama, bahkan kalaupun itu kesepakatan ulama seluruh dunia. Yukk utamakan hukum positif Indonesia!

Artikel Terkait

Terbaru

spot_img