Pemprov DKI Jakarta lagi jadi bulan-bulanan karena dianggap mendorong aparatur sipil negaranya (ASN) berpoligami. Jadi, Penjabat (Pj) Gubernur Jakarta, Teguh Setyabudi, ngeluarin Peraturan Gubernur (Pergub) tentang ‘Tata Cara Pemberian Izin Perkawinan dan Perceraian’. Pergub ini jadi sorotan, terutama, karena memberi ruang bagi ASN laki-laki untuk poligami. Dalam pasal 4 ayat 1 dikatakan, “Pegawai ASN pria yang akan beristri lebih dari seorang, wajib memperoleh izin dari Pejabat yang Berwenang sebelum melangsungkan Perkawinan.”
Lebih jauh, disebutkan alasan-alasan dibolehkannya ASN laki-laki untuk beristri lebih dari satu perempuan dalam pasal 5 ayat 1. Di antaranya, istri tidak dapat menjalankan kewajibannya; istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan; istri tidak dapat melahirkan keturunan setelah 10 (sepuluh) tahun perkawinan. Teguh menegaskan pergub ini bukan untuk mendukung ASN berpoligami, tapi untuk melindungi keluarga ASN. “Kita ingin agar perkawinan dan perceraian yang dilakukan oleh ASN di DKI Jakarta itu bisa benar-benar terlaporkan, sehingga itu nanti juga untuk kebaikan,” kata Teguh. “Yang diviralkan adalah seakan-akan kami itu mengizinkan poligami, itu sama sekali tidak ada dalam semangat kami,” kata Teguh.
Anggota Legislatif DKI Jakarta fraksi PSI, Elva Farhi Qolbina, mempertanyakan anggapan pergub itu untuk melindungi keluarga ASN. Menurutnya, cara yang tepat untuk melindungi keluarga adalah dengan merevisi Perda No. 8 Tahun 2011 tentang Perlindungan Perempuan dan Anak. “Perda itu dinilai belum cukup kuat melindungi perempuan sebagai pihak yang rentan mengalami kekerasan, termasuk kekerasan dalam rumah tangga (KDRT),” kata Elva. Elva juga bilang perda itu belum mengakomodasi ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual tahun 2022 yang mencakup, di antaranya, pelecehan seksual nonfisik dan pemaksaan perkawinan.
“Pj Teguh beserta Pemprov DKI Jakarta harusnya menuangkan UU TPKS ke dalam perda sehingga bisa lebih kuat lagi melindungi perempuan dan anak,” katanya. Mantan Gubernur DKI Jakarta, Ahok, khawatir pergub itu menjadi celah bagi ASN untuk korupsi. “Yang paling penting itu jangan sampai ada anggaran dikorupsi karena keluarga tambah banyak,” katanya. Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian bilang mau mendiskusikan secara langsung dengan Pj Gubernur biar dapet gambaran jelas soal alasan aturan ini diterbitin. Aturan dalam pergub ini, terutama soal pemberian izin perkawinan, jelas nggak berpihak kepada perempuan.
Bayangin, kok bisa-bisanya pergub ini permisif kepada suami untuk poligami di saat istrinya terdapat penyakit yang tidak dapat disembuhkan atau tidak dapat memberikan keturunan? Kenapa nggak mendorong suami untuk menguatkan istrinya dalam proses penyembuhan, alih-alih menikah lagi? Di mana rasa kemanusiaan para pembuat pergub ini? Poligami itu merugikan perempuan karena menganggap posisi perempuan lebih rendah dari laki-laki. Dengan kata lain, pergub ini menormalisasi ketimpangan relasi kekuasaan di rumah tangga dan menutup mata pada potensi kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Sebagai salah satu kota besar di dunia, Jakarta butuh aturan yang mendorong pada kemajuan dan keberpihakan pada semua kelompok. Kita berharap pergub ini dibatalkan agar pergub serupa nggak dikeluarkan provinsi-provinsi lainnya.
Stop aturan yang dukung poligami!