Kelewatan! Ustad ini bilang profesi komedian adalah profesi tercela. Nama ustad itu adalah Rifky Ja’far Thalib. Ini dia sampaikan dalam sebuah video yang diposting oleh akun Tiktok @edy_hermawan8. Dalam video itu ustad ini bilang, dia heran sekarang ini kesannya stand up comedian itu kayak pekerjaan mulia.
Padahal dalam Islam itu tercela sekali. Menurutnya Rasulullah justru melarang umat Islam untuk banyak tertawa. “Banyak tertawa itu mematikan hati. Sementara mereka mengajak kita tertawa,” ucap Rifky.
Menurutnya, sekedar menghibur dengan sekali dua kali dengan hiburan-hiburan yang tidak mengandung kebohongan, sah, boleh. Tapi kalau itu dijadikan pekerjaan, itu tidak boleh. Apalagi katanya, para komedian ini sering menjadikan orang tua mereka sendiri sebagai bahan candaan.
Bahkan tidak jarang, bahkan sering, candaannya sesuatu yang dikarang-karang. Sementara Rasulullah juga mengatakan, sungguh celaka orang yang berbicara dusta dengan tujuan supaya orang lain tertawa. “Jadi para komedian itu celakanya tiga kali,” ucapnya lagi.
Masa iya Islam benar-benar melarang humor secara keseluruhan? Kalau berdasar hadits yang diriwayatkan Tirmidzi, Rasulullah memang bilang banyak tertawa, tapi itu kalau sampai dia lalai dari Allah. Jadi, bukan berarti setiap tawa dilarang. Gak mungkin juga orang ketawa terus tiba-tiba lupa Tuhannya. Apalagi, Rasulullah sendiri sering tersenyum dan bercanda dengan sahabat serta keluarganya. Tentu dengan cara yang jujur dan gak merendahkan orang lain. Kalau ketawa haram, Rasulullah pasti melarang total, bukan cuma memperingatkan biar gak berlebihan.
Soal hadits berdusta demi bikin orang ketawa, itu benar. Tapi itu konteksnya, kebohongan yang menyesatkan. Gak semua stand-up comedy berbasis kebohongan. Banyak komika bawa materi dari pengalaman pribadi atau observasi sosial yang jujur. Bahkan, ada yang gunain humor sebagai kritik sosial yang konstruktif.
Selama tanpa kebohongan dan tetap etis, kenapa harus diharamkan? Kalau ada yang kelewatan? Ya, tegur baik-baik. Gak perlu mencela profesinya. Islam justru mengajarkan menyebarkan kebahagiaan. Contohnya, “Senyummu kepada saudaramu adalah sedekah.” (HR. Tirmidzi). Kalau senyum aja berpahala, menghibur orang lain bisa lebih dari itu, kan?
Apalagi, di masa modern saat ini, humor bukan cuma hiburan aja, tapi juga jadi metode dakwah. Metode ini efektif, karena bisa menyampaikan pesan agama dengan cara yang lebih menarik dan mudah dipahami oleh berbagai kalangan. Banyak ulama di Indonesia pakai humor buat ceramah, kayak KH. Zainuddin MZ, KH. Anwar Zahid, Gus Iqdam dan masih banyak lainnya.
Jadi komedian bukan profesi tercela. Selama mereka tetap jujur dan gak melewati batas, ya why not. Mereka justru bisa menyebarkan kebaikan lewat hiburan yang konstruktif. Lagipula, manusia butuh kegembiraan buat kesehatan mental dan emosional.
Penelitian juga nunjukin kalau tertawa bisa ngurangin stres, ningkatin imun, dan mempererat hubungan sosial. Daripada mencela, mending ajak komedian tetap selaras dengan ajaran agama. Jadi, pesan yang disampaikan tidak menyimpang dari prinsip kebaikan dan kebenaran. Jadilah ustadz yang nggak gampang menghakimi orang!