Video penyembelihan sapi di Rumah Potong Hewan (RPH) Pegirian, Surabaya, lagi viral nih. Gara-gara video itu, MUI ikut berkomentar. Jadi, dalam video itu terlihat cara penyembelihan hewan pake alat captive bolt stunner. Alat ini bikin sapi pingsan dulu sebelum disembelih. Dengan begitu, proses penyembelihan hewan jadi lebih cepat. Nggak sedikit netizen yang mempertanyakan metode itu.
Dirut RPH Pegirian, Fajar Arifianto, menyayangkan video yang viral itu. Dia bilang sudah negur orang yang videoin dan nyebarin kejadian itu. Ketua MUI Bidang Fatwa, Asrorun Niam, ngerasa penjelasan dari Dirut RPH belum menjawab masalah utama. Dari pada fokus ke kenapa videonya viral, mending bahas lebih jauh soal metode penyembelihannya, katanya. Misal, alat pemingsannya ini jenis penetratif atau non-penetratif.
Kalau penetratif, bahaya banget. Bisa bikin otak sapi cedera permanen atau malah mati. Kalau non-penetratif, tekanan alatnya harus dicek. Bisa jadi sapi cuma pingsan sementara terus hidup lagi. Atau, malah cedera permanen dan mati kalau nggak disembelih. Intinya, kata Niam, aman atau nggaknya penyembelihan tergantung dari tekanan alat dan skill operatornya.
Nah, yang sesuai dengan fatwa MUI itu ya cuma boleh jenis non-penetratif. MUI juga ngerasa kalau petugas di video itu kayaknya nggak ahli. Dan itu berpotensi bikin sapi cedera atau mati. MUI lalu minta pemerintah buat audit total RPH Pegirian supaya diketahui apakah prosesnya sesuai standar dan halal. Kepedulian MUI soal kasus ini tentu bisa dipahami. Tapi, akan lebih bijak bagi MUI untuk ngga kasih opini cuma berdasarkan video pendek yang beredar di media sosial. Apalagi langsung nyimpulin petugas di RPH Pegirian kurang ahli cuma dari satu video. Ini kan bisa berdampak langsung pada RPH Pegirian.
Seharusnya sebagai lembaga yang berpengaruh, MUI bisa lebih bijak dalam bertindak. Misalnya, bersama-sama kasih klarifikasi lengkap sekaligus edukasi buat masyarakat. MUI, yuk lebih bijak dalam bertindak!
