Ramadhan ibadah puasa? No. Ramadhan bubarin ibadah? Yes! Narasi ini lagi viral karena aksi penolakan ibadah umat Katolik di Sukamiskin, Arcamanik, Kota Bandung, Jawa Barat. Warga yang menolak tergabung dalam Forum Komunikasi Warga Arcamanik Berbhineka. Berbhineka kok bubarin ibadah kelompok agama minoritas. Absurd banget.
Anyway, mereka ramai-ramai menolak Gedung Serba Guna (GSG) yang dipakai buat ibadah Misa pada 5 Maret kemarin. Mereka juga pasang spanduk bertuliskan, “Kami warga Arcamanik Endah Menolak Keras Pelanggaran Fungsi GSG Jln. Ski Air 19 Menjadi Rumah Ibadah.” Demo digelar di depan GSG sambil teriak-teriak takbir. Bahkan, ada orator aksi yang provokasi warga dengan bilang sekarang ini bulan jihad. “Ramadan adalah syahrul jihad bagi umat Islam! Kita nggak bakal mundur sebelum mereka bubar!” katanya disambut teriakan takbir.
Warga mengklaim protes ini bukan soal agama, tapi soal aturan penggunaan gedung. Katanya, masalahnya soal alih fungsi lahan. Juru bicara warga intoleran, Roinul Balad, bilang GSG harus dipakai sesuai IMB, yaitu untuk kegiatan sosial dan budaya.
Alasan ini langsung ramai dikomentari netizen, bahkan ada yang nyinyir. “Gue Muslim malah malu, kita juga sering alih fungsi. Monas dipake sholat berjamaah, lapangan bola buat sholat Ied.” kata netizen. Kuasa hukum Forum Warga Arcamanik Berbhineka, Anton Minardi, minta Pemkot Bandung turun tangan. Dia meminta pemerintah setop kegiatan gereja di GSG. Katanya, perubahan fungsi GSG jadi tempat ibadah nggak sesuai dengan IMB yang ada.
Buat info aja, GSG ini sudah berdiri sejak tahun 1989 dan sering dipakai buat berbagai kegiatan warga. Wakil Ketua Forum RW, Mukh Jazuli, juga bilang GSG boleh dipakai buat kegiatan masyarakat, termasuk ibadah. Katanya, sejak 2022, umat Katolik pakai GSG sebulan sekali buat misa, lalu belakangan jadi dua kali sebulan. Masalah mulai muncul ketika ada dugaan pihak Gereja Santo Yohanes melarang aktivitas lain di GSG. Warga geram karena katanya kegiatan seperti taekwondo dan bulu tangkis dilarang.
Bahkan, ada juga dugaan kalau ada jual beli sertifikat antara developer dan pihak gereja. Intinya, status GSG ini dianggap masih nggak jelas. Kalau itu fasilitas umum, kenapa bisa diperjualbelikan? Asal tahu aja, GSG berdiri di atas tanah Gereja Santo Yohanes sejak 1980-an. Perwakilan Gereja Santo Yohanes, Yoseph, bilang ketika izin pendirian gereja nggak dikasih, makanya didirikan GSG. Sekarang ada 1.400 umat Katolik di Arcamanik yang butuh tempat ibadah. Gedung ini pun dipakai umat Katolik buat beribadah, tapi tetap terbuka buat kegiatan warga sekitar.
Sebagian netizen curiga alasan alih fungsi ini cuma akal-akalan warga intoleran aja. Soalnya kasus kayak gini bukan pertama kali terjadi. Warga minoritas atau non-Muslim sering disudutkan dengan alasan izin gedung. Pendirian rumah ibadah mereka sering dipersulit. Ibadah mereka dibubarin dengan alasan gedung yang dipakai nggak mendapat izin.
Yang lebih bikin miris, penolakan warga Arcamanik ini terjadi di bulan Ramadan. Bulan yang seharusnya jadi momen berjihad melawan hawa nafsu, bukan malah melawan non-Muslim. Kita berharap Kang Dedi Mulyadi sebagai Gubernur Jawa Barat memberikan perhatian pada kasus intoleransi ini. Kita percaya Kang Dedi bisa mengembalikan hak beribadah kelompok agama minoritas sebagaimana yang dijamin dalam konstitusi kita. Kita percaya Kang Dedi karena Kang Dedi punya rekam jejak sebagai kepala daerah yang mendukung keberagaman dan berani melawan kelompok intoleran. Kang Dedi dan warga Jawa Barat, yuk kita rawat terus keberagaman!