Gara-gara nganjurin sekolah-sekolah Islam gak ngajarin murid-muridnya soal politik, influencer Abu dikecam keras. Ini semua dimulai oleh postingan Abu yang nyindir sebuah SD Islam Terpadu di Instagram 17 April lalu. Di SD itu, para murid diajari protes anti Israel. Terlihat di video itu si guru merobek kertas yang tulisannya logo produk dan restoran yang diduga pro Israel. Terus dia ngajak anak-anak SD lain buat melakukan hal yang sama. Ada yang bawa kertas logo perusahaan Unilever, Starbucks, Snack Lays, dan lainnya.
Disitu Abu Janda bilang hal kayak gini yang bikin sebagian besar siswa yang ikut olimpiade Matematika asalnya dari sekolah Katolik. Menurutnya, di sekolah IT anak-anaknya bukannya diajarin matematika, malah diajarin buat boikot produk Israel. Makanya, katanya lagi, ga heran banyak orangtua muslim yang justru menyekolahkan anaknya di sekolah katolik. Postingan Abu Janda langsung dikritik para pendemo yang membela Palestina. Ini misalnya terlihat dalam salah satu demonstrasi bela Palestina 22 April lalu. Di situ, ada demonstran bernama Detti Febrina yang mengecam Abu yang nyinyir sama aksi boikot produk Israel. Detti juga menyemangati guru yang disindir Abu, bernama Dian. Detti meminta para demonstran menyemangati Dian, serta bilang ”Jangan Kasih Kendor!” yang diakhiri takbir.
Sebenernya, apa yang dilakukan Abu sangat perlu didukung. Belakangan ini aksi demo pro Palestina memang berulangkali terjadi di banyak sekolah. Akun tiktok @nemsyafii.ns pada 18 April nampilin anak dari SDIT Nurul Ilmi di Jambi yang melempar produk pro Israel. Kepedulian terhadap nasib Palestina tentu sangat baik dilakukan. Tapi masalahnya, buat apa sekolah merasa perlu melibatkan para murid dalam aksi-aksi yang seharusnya dilakukan orang dewasa? Para murid SD itu seharusnya memperoleh pendidikan dalam skill dasar kehidupan sosial, etika, kreativitas, problem solving, dan mungkin juga dasar-dasar berpikir kritis, matematika dan sains.
Mereka tidak perlu diajari soal konflik geopolitik, doktrinasi politik atau ideologi. Apalagi diajari aksi protes. Apalagi diajari boikot produk atas dasar “dugaan”, tanpa bukti sahih. Aksi solidaritas terhadap Palestina penting karena bisa menumbuhkan rasa peduli, empati, keberpihakan terhadap yang tertindas. Tapi caranya harus disesuaikan dengan perkembangan psikologis dan alam berpikir anak yang masih sederhana. Misalnya guru jelasin tugas kita sebagai manusia adalah menolong sesama dan menghormati hak hidup setiap orang tanpa membawa narasi kebencian.
Daripada nyuruh boikot, mending adain doa bersama, bikin karya seni bertema solidaritas buat Palestina. Bisa juga menggalang dana kemanusiaan sederhana, seperti program amal kecil. Guru juga bisa ajarin critical thinking sejak dini. Guru bisa mengajarkan bahwa di dunia ini banyak terjadi ketidakadilan. Kasus penindasan Palestina adalah salah satu contoh yang penting. Karena itu, kita semua harus belajar utuk selalu peduli dengan mereka yang tertindas. Kita harus membantu mereka yang tertindas. Tapi untuk membela kaum yang tertindas, kita sendiri harus pintar. Harus bisa berada di posisi-posisi yang menentukan, seperti di jajaran pemerintahan, LSM, lembaga Pendidikan, dan seterusnya. Dalam hal ini, sindiran Abu Janda sangat perlu diperhatikan. Jadi, yuk bela Palestina dengan bijak!