Tilang syariah yang diterapkan Polres Lombok dikritik oleh DPR. Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Dede Indra Permana bilang penerapan tilang syariah tidak sesuai dengan undang-undang. Dede juga mengingatkan, Indonesia merupakan negara dengan keberagaman agama. Kebijakan yang dibuat seharusnya berlaku untuk semua golongan dan tidak mengelompokkan kepercayaan tertentu.
Dede juga ngingetin, tugas kepolisian diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dalam konteks lalu lintas, tugas tersebut diperjelas dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ). “Tegakkan, serta terapkan aturan berkendara sesuai dengan undang-undang,” tegas Dede.
Sebelumnya, Polres Lombok Tengah menerapkan tilang syariah. Ketentuan ini sudah diberlakukan sejak Senin, 3 Maret 2025 lalu. Ini bertepatan dengan momen umat Islam menjalani ibadah puasa. Kasat lantas Polres Lombok Tengah, AKP Puteh Rinaldi bilang, tilang syariah punya pendekatan berbeda dalam menghukum para pelanggar lalu lintas. Para pelanggar tidak akan ditilang kalau mereka mampu membaca Al Quran dengan baik dan benar. Selanjutnya mereka hanya dikasih himbauan untuk tidak melakukan pelanggaran kembali. Kata Puteh, polisi ingin memberikan pendekatan yang lebih humanis kepada para pelanggar lalu lintas.
Penerapan tilang syariah ini juga bertujuan untuk memperkuat nilai keagamaan di tengah masyarakat. Terutama dalam meningkatkan minat membaca Al Quran.
Netizen bereaksi negatif terhadap penerapan tilang syariah ini. “Emangnya bisa baca Quran ada hubungannya dengan keselamatan berkendara?” ucap akun Tiktok @Logikakita. “Apa hubungannya antara mahir mengaji dengan rambu lalu lintas?” tanya akun ini lagi. “Nih Pak Polisi, kurang kerjaan, gak nyambung Pak!” tulis aku @Bang El Rasit. “Hukum di otak-atik, hafal ayat belum tentu punya etika yang baik,” ucap pemilik akun Tiktok @Henny Diah ES. “Hukum di Indonesia ini makin kacau dan kocak. Hukum positif dicampur dengan hukum agama syariah,” ucapnya lagi.
Emang mengada-ngada sih aturan ini. Sudah jelas negara Indonesia adalah negara kebangsaan, yang tidak berlandaskan hukum agama tertentu. Bisa-bisanya membuat aturan yang menguntungkan penganut agama tertentu. Aturan harusnya dibuat untuk semua orang.
Pertanyaannya, gimana kalau yang melanggar nonmuslim? Apakah mereka juga harus tetap diuji dengan baca Al Quran? Atau mereka diminta membaca kitab agamanya? Kalau pelanggaran itu mengakibatkan kecelakaan gimana? Apakah tetap Cuma akan disuruh baca Quran juga?
Kalau niatnya biar orang lebih religius kenapa nggak fokus aja dengan pendidikan agama di sekolah atau pesantren? Ini juga bukan tugasnya kepolisian, biar instansi lain yang mengurus. Kepolisian harusnya fokus saja pada tugasnya, sesuai dengan ketentuan undang-undang.
Kapolri harus segera bertindak kepada jajarannya yang menerapkan aturan tidak sesuai undang-undang. Jika tidak ditindak, ini menjadi preseden buruk bagi persatuan Indonesia dan penerapan hukum di Indonesia. Bisa, masing-masing daerah bikin aturan yang seenaknya sendiri, tanpa mengindahkan undang-undang yang ada. Pak Kapolri, yuk demi persatuan Indonesia, batalkan tilang syariah itu!