Sutradara asal Palestina Hamdan Ballal diserang, dipukuli, dan diculik tentara Israel. Nama Ballal menjadi sangat terkenal karena film dokumenternya, No Other Hand, merebut gelar film dokumenter terbaik dalam ajang Academy Awards di Amerika Serikat. Film itu menggambarkan penderitaan orang-orang Palestina yang dipaksa meninggalkan kampung halamannya oleh tentara Israel. No Other Land memperoleh sambutan luar biasa dari para pengamat dan kritisi film internasional. Dan mungkin karena itu, Ballal kini menjadi sasaran kebencian kaum radikal Israel. Ballal diserang secara brutal oleh sejumlah pria bertopeng di desa Susya, selatan Hebron, Tepi Barat, pada 24 Maret malam.
Mereka menghancurkan mobil Ballal dengan batu. Seorang saksi bercerita Ballal dipukuli habis-habisan, sebelum ditolong dan diselamatkan dalam ambulans. Tapi dia kemudian diculik tentara Israel saat berada dalam ambulans menuju rumah sakit. Ballal sedang bersama anaknya yang baru berusia tujuh tahun ketika penyerangan terjadi. Keberadaannya hingga kini masih belum diketahui.
Selain Ballal, ada juga lima aktivis Yahudi Amerika yang jadi korban serangan. Mereka sedang melakukan proyek perdamaian di Masafer Yatta, Lokasi syuting No Other Land. Ballal sendiri adalah seorang pembuat film yang berkomitmen untuk menyelamatkan rakyat Palestina. Berusia 36 tahun, selain menjadi sutradara dia juga adalah fotografer dan advokat hak asasi manusia. Dia adalah anggota organisasi Humans of Masafer Yatta, yang mendokumentasikan kisah-kisah warga Palestina di bawah pendudukan Israel. No Other Land adalah film pertamanya, yang ia sutradarai bersama rekan-rekannya dari Israel.
Diproduksi antara tahun 2019 hingga 2023, film ini menggambarkan perjuangan komunitas Palestina di Masafer Yatta menghadapi pemindahan paksa. Sebelum meraih Oscar di Amerika, No Other Land sudah memperoleh penghargaan di Jerman dan Inggris. No Other Land dipuji karena berhasil menyajikan secara nyata penderitaan warga Palestina menghadapi kebiadaban Israel. Yang melakukan serangan bukan hanya tentara Israel, tapi juga para pemukim Israel. Menurut data Badan PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA), sepanjang tahun 2025 saja telah terjadi setidaknya 220 serangan pemukim Israel terhadap warga Palestina.
Ini mencakup pembakaran properti, pengrusakan lahan pertanian, hingga pembunuhan. Aktivis AS Alex Chabbott yang baru-baru ini dideportasi mengatakan bahwa militer Israel kerap membiarkan pemukim bertindak brutal tanpa konsekuensi hukum. “Keluarga Palestina hidup tanpa perlindungan. Pemukim bisa merusak properti mereka kapan saja, dan militer hanya menjadi penonton,” tambah Chabbott. Penculikan Ballal mengingatkan publik dunia tentang upaya serius Israel memblokade upaya kebudayaan untuk membangkitkan simpati terhadap penderitaan warga Palestina.
Berbagai film tentang penderitaan Palestina memang menghadapi tekanan dar Israel. Akhir tahun lalu, publik dibuat kaget ketika deretan film terkait Palestina menghilang dari Netflix pada Oktober 2024. Koleksi Palestinian Stories yang awalnya dirilis sejak 2021 dengan 32 judul, kini tersisa hanya dua film saja. Netflix berdalih mereka melakukannya karena lisensi film-film itu sudah kedaluwarsa. Namun diduga penghilangan itu terjadi karena ancaman Israel. Film No Other Land hampir tidak bisa disaksikan di gedung-gedung bioskop utama di banyak negara, termasuk Indonesia. No Other land juga tidak ditayangkan di Netflix. Solidaritas kita pada Palestina!