Jangan paksa anak menjalankan ajaran agama dengan menggunakan kekerasan, baik secara fisik maupun mental. Gaya-gaya semacam ini justru akan membuat anak menjauh, merasa trauma, dan malah ninggalin agama. Peringatan ini datang dari psikiater dr. Vivi Syarif di akun Tiktoknya. Dia mengistilahkan gejala itu sebagai Religious Trauma Syndrome atau RTS. Dia bercerita tentang pasien-pasien mudanya yang mengaku mengalami RTS.
Mereka merasa tertekan akibat ajaran agama yang mengindoktrinasi, sehingga merasa skeptis dengan agama mereka. Kalau sudah begitu, sangat mungkin orang itu meninggalkan agama dan menjadi atheis. Dokter Vivi mengingatkan orang tua bahaya akibat menanamkan nilai agama dengan cara otoriter, perfeksionis, disiplin bahkan tak jarang menggunakan kekerasan. Maksudnya mungkin baik, tapi caranya salah. Orangtua seperti ini, kata Vivi, seringkali nggak memvalidasi anak untuk bertumbuh dan berkembang sesuai usianya. Padahal memahami ajaran agama itu butuh proses, nggak bisa seketika dia langsung paham.
Menurut Vivi, wajarlah seringkali anak melakukan kesalahan dalam beragama dan bertanya perihal ajaran di agamanya yang nggak dia pahami. RTS juga bisa terjadi ketika orangtua memaksa anaknya melakukan ajaran agama, tapi justru orangtuanya menyimpang. Misalnya, anak disuruh religius tapi ternyata orangtuanya nggak menerapkan ajaran agama itu. Bahkan ada orangtua yang religius tapi ternyata di belakang dia selingkuh ataupun melakukan dosa lainnya.
Kata-kata Bu Vivi ini bener banget. Para orangtua coba deh ajarin anak ajaran agama dengan penuh kasih sayang. Juga dengan menerapkan ajaran agama dengan benar.
Mudah-mudahan dengan cara ini anak akan mencintai Tuhannya dan agamanya dengan ikhlas dan bertanggung jawab.
Yuk tanamkan nilai agama dengan penuh kasih sayang!
KATEGORI: PENCERAHAN