Kacau! Pelarangan Ibadah Kembali Terjadi di Tangerang

Published:

Lagi-lagi terjadi pelarangan ibadah, kali ini di wilayah Tangerang. Korbannya adalah jemaat Gereja Bethel Indonesia (GBI) Gerendeng Pulo, Karawaci, Tangerang. Aksi pembubaran ini viral di media sosial setelah diunggah akun Instagram @kabarsejuk pada Minggu, 21 September.

Sekitar 20 orang mendatangi sebuah ruko yang dijadikan tempat beribadah. Salah satu pria berjenggot terdengar berkata sambil duduk: “Jangan ada kegiatan di sini. Terserah mau ibadah di mana, tapi jangan di sini.” Pelarangan ternyata sudah terjadi dua kali, yakni pada Minggu 14 September dan 21 September. Bahkan seorang pria berjaket hitam dan kaos oranye, yang disebut sebagai Ketua RW, mengancam akan mencabut KTP warga yang sudah memberi izin kepada pihak gereja.

Alasan pelarangan pun tidak jelas. Padahal pihak gereja sudah mengumpulkan tanda tangan sekitar 20 KTP warga dan melengkapi surat izin. Namun upaya itu tetap ditolak. Jemaat GBI Gerendeng biasanya beribadah di lantai 2 salah satu ruko di kawasan Jalan Otista, Kelurahan Gerendeng. Saat kejadian, aparat kepolisian ada di lokasi, tapi anehnya tidak mengambil tindakan.

Kasus ini kemudian memicu banyak komentar negatif dari warganet. Ya Allah.. kenapa nggak boleh ibadah sih? Mengganggu kah? Temen-temen muslim yang waras, yuk tegur muslim-muslim yang nggak jelas begini.. suka larang-larang agama lain ibadah..” tulis salah satu netizen. “Saya muslim, tapi ikut kesel kalau lihat model beginian. Mereka aja nggak pernah ganggu ibadah orang muslim… hidup saling toleransi kan enak, adem ayem,” ujar netizen lain. Bahkan Partai Gerindra ikut menanggapi kasus ini. “Ini bagaimana ya?” tulis akun resmi Gerindra sembari menandai akun Wali Kota Tangerang, Sachrudin, dan Wakil Wali Kota, Maryono Hasan.

Meski begitu, ada sedikit kabar yang cukup melegakan. Anggota DPRD Kota Tangerang dari Fraksi PSI, Christian Lois, turun tangan lewat kolom komentar. “Saya sudah koordinasi dengan Polsek Karawaci. Kasus ini akan terus dikawal,” tulisnya.

Kasus pelarangan ibadah jemaat GBI Gerendeng di Karawaci, Tangerang, menegaskan bahwa persoalan intoleransi masih menjadi tantangan serius di Indonesia. Meski jemaat sudah mengumpulkan tanda tangan warga dan berupaya mengurus izin, ibadah mereka tetap dua kali dibubarkan oleh sekitar 20 orang. Bahkan ada ancaman pencabutan KTP dari Ketua RW. Ironisnya, aparat kepolisian yang hadir justru tidak bertindak. Padahal, namanya ibadah tidak pernah butuh KTP ataupun izin—yang diatur dalam regulasi hanyalah pendirian rumah ibadah permanen. Jadi ketika jemaat hanya berkumpul untuk beribadah di sebuah ruko, seharusnya tidak ada pihak yang bisa melarang.

Peristiwa ini bukan hal baru. Laporan SETARA Institute mencatat ada 260 peristiwa dan 402 tindakan pelanggaran kebebasan beragama sepanjang 2024. Sementara Komnas Perempuan juga menemukan delapan kasus intoleransi hingga pertengahan 2025. Pola yang sama muncul: izin rumah ibadah kerap dipersulit, warga masih mudah terprovokasi, dan aparat cenderung pasif. Padahal konstitusi jelas menjamin kebebasan beribadah.

Seharusnya, pemerintah kota bersama FKUB memberi solusi administratif yang transparan, polisi menjamin keamanan jemaat. Sementara Kementerian Agama dan pusat wajib mendorong edukasi toleransi serta memperbaiki regulasi perizinan yang berbelit. Tanpa sikap tegas dari negara, kasus seperti di Tangerang akan terus berulang. Mengikis rasa aman warga dalam menjalankan ibadah dan merusak fondasi kerukunan yang seharusnya dijaga bersama. Stop pelarangan ibadah dan pembangunan rumah ibadah!

Artikel Terkait

Terbaru

spot_img