Kok bisa ya sekelas Wakil Menteri Agama, Muhammad Syafi’i bilang kalau ormas minta THR itu hal biasa? Katanya, ini budaya Lebaran yang sudah lama ada. Seharusnya dia tegas menolak. Karena Ini jelas pemerasan, bukan budaya. Mau dibungkus alasan apapun, ini tetap pemerasan. Kalaupun ini sudah lama ada, apa harus dibiarin dan dianggap biasa? Kalau pakai logika Wamenag, berarti korupsi juga bisa dibilang budaya dong? Besok-besok, jangan-jangan ada pejabat yang bilang, “Ah, korupsi itu budaya sejak zaman dulu, nggak usah dipermasalahkan.”
Jelang Lebaran ini, memang banyak ormas yang sibuk cari THR ya. Parahnya lagi, mereka ga segan-segan mintanya pakai ancaman. Yang jadi korban, tentunya pengusaha, pedagang kecil, bahkan instansi pemerintah loh. Kasus pemalakan THR oleh ormas ini bukan cerita baru ya! Setiap tahun selalu terjadi, dan modusnya selalu sama. Mereka datang ke perusahaan, bawa surat resmi, pakai nama ormas atau kelompok tertentu. Isinya permintaan “sumbangan” THR dengan alasan keamanan. Tapi kalau nggak dikasih, siap-siap kena teror. Ada juga yang ancam bakal tutup akses jalan Perusahaan. Bahkan, mereka juga gak segan-segan melakukan penganiayaan, bahkan sampai melukai.
Ini yang terjadi di Tangerang. Dua anggota Ormas tusuk petugas keamanan SMKN 9 Tangerang setelah cekcok gara-gara ga dapat tunjangan THR. Akibat serangan brutal itu, salah satu korban bernama Karyono mengalami luka yang serius. Seperti ini budaya Pak Wamenag? Bener-benar gak masuk akal. Just info ya! THR bukan tradisi baru di Indonesia. THR baru ada sejak awal tahun 1950-an, pertama kali digagas sama Perdana Menteri Soekiman Wirjosandjojo. THR itu tambahan gaji yang biasanya dikasih ke pekerja menjelang hari raya keagamaan.
Di Indonesia, THR umumnya dikasih sebelum Idul Fitri buat umat Muslim. Tapi, pekerja dari agama lain juga tetap dapat THR sebelum hari raya mereka masing-masing. THR ini hak pekerja, udah diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 6 Tahun 2016. Sayurannya, konsep saling berbagi ini sering disalahgunakan sama orang-orang tertentu yang malah maksa minta “jatah THR.” Jadi, THR itu hak pekerja, bukan hak ormas. Karena dibiarkan, ormas akhirnya makin menjadi-jadi. Banyak pengusaha besar dan pedang kecil milih ngasih THR saat dipalakin daripada usaha diganggu.
Pemerintah seharusnya tidak tinggal diam terhadap pemerasan yang mengatasnamakan THR. Pemerintah gak boleh kalah sama Ormas. Karena pemerasan-pemerasan seperti ini bisa mengganggu iklim usaha di Indonesia. Sudah sering kita dengar banyak investor batal melakukan investasi karena adanya pungutan-pungutan liar seperti ini. Karena dampaknya yang begitu besar, pemerintah harus berani bertindak tegas. Kalau perlu, cabut izin ormas yang melakukan pungutan liar. Terkait pernyataan normalisasi pungutan liar yang dilakukan Wamenag, Pak Menteri Agama dan presiden harus memberi teguran keras. Kalau perlu ganti yang bersangkutan dengan sosok lain. Lawan Pungli berkedok THR!