Indonesia bakal jadi negara yang damai kalo banyak tokoh publiknya seperti Grace Natalie dan Yaqut Cholil Qoumas. Mereka berani pasang badan buat negakkin hak kebebasan beribadah bagi saudara kita yang ditindas. Itu terlihat dalam kasus gangguan beribadah yang dialami jemaat kapel Gereja Bethel Indonesia (GBI) di Cinere, Depok, Jawa Barat.
Grace, Wakil Ketua Dewan Pembina PSI, gerak cepat datengin kapel jemaat GBI. Kedatangan Grace disambut pejabat Bimas Kristen kementerian agama Jawa Barat, Kapolres Depok, Komandan Kodim Depok, dan Pendeta GBI. Dalam kesempatan itu, Grace tegasin beribadah adalah hak konstitusi yang melekat pada tiap warga negara. Kapel, katanya, hanya tempat untuk berdoa, bukan seperti gereja yang memang diperuntukkan buat ibadah. Menurut aturannya, kapel nggak perlu mengurus izin seperti izin mendirikan rumah ibadah. Untuk membangun kapel cukup pemberitahuan ke RT dan RW setempat aja.
Grace juga mendorong penegak hukum menindaktegas pihak-pihak yang menghalangi orang beribadah. Mendengar kasus ini, Gus Yaqut, Menteri Agama, juga turun tangan. Dia minta Kantor Kementerian Agama Depok memfasilitasi kegiatan beribadah jemaat GBI Cinere. Dia juga bilang lagi berjuang merevisi aturan pendirian rumah ibadah dan berharap segera disahkan. Di aturan yang baru, izin pendirian rumah ibadah disederhanain. Sebelumnya, untuk mendirikan rumah ibadah, panitia harus dapat rekomendasi dari dua instansi sekaligus: Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dan Kementerian Agama. Di aturan baru, rekomendasi dari FKUB dihilangkan, cukup dari Kementerian Agama.
Buat yang belom tahu, kapel jemaat GBI Cinere digeruduk sekelompok orang intoleran hari Sabtu kemarin. Mereka datang untuk nolak ada kegiatan peribadatan di bangunan ruko 3 lantai itu. Alasan mereka, kapel itu belom dapat izin mendirikan rumah ibadah. Asal tahu aja, pengurus kapel sudah menginformasikan ke RT, RW, dan kelurahan setempat. Bukannya disambut, pengurus kapel justru dipersulit Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Gandul.
LPM Gandul ngajuin syarat agar pengurus kapel mengumpulkan 60 tanda tangan dan KTP dari warga setempat, seperti mengurus pendirian rumah ibadah. Pengurus kapel bersedia memenuhi persyaratan itu dan berhasil mengumpulkan 80 tanda tangan dan KTP warga. Tapi setelah syarat itu dipenuhi, LPM ngajuin syarat lainnya yang ngadi-ngadi. Yaitu, surat restu dari Walikota Depok dan rekomendasi FKUB. Apa yang ditunjukkan sis Grace dan Gus Yaqut membuat kita tetap percaya bahwa kebebasan beribadah benar-benar bisa ditegakkan. Mudah-mudahan bakal banyak tokoh publik yang berani pasang badan, seperti sis Grace dan Gus Yaqut.