Jakarta, PIS – Komnas Perempuan mengungkap ada ratusan Peraturan Daerah (Perda) yang diskriminatif. Perda diskriminatif ini terbit di hampir semua wilayah di Indonesia. Namun, 80% Perda diskriminatif ini menyasar perempuan.
Selain mengekang kebebasan, Perda ini membatasi ruang gerak perempuan dalam bersosial. Seperti aturan tata cara berbusana dan pembatasan jam malam bagi perempuan. Kebijakan ini merugikan kaum hawa, khususnya bagi mereka yang beraktivitas di malam hari.
Komnas Perempuan mengungkap ada banyak contoh Perda diskriminatif di Indonesia. Salah satunya, Perda tentang prostitusi yang diterapkan di Tangerang. Perda ini menyebutkan ‘setiap orang yang berada di wilayah prostitusi dapat dikenai sanksi.”
Perda ini tidak dirumuskan secara matang, khususnya terkait batasan yang jelas soal ‘keberadaan orang yang dapat disanksi’. Perda ini akhirnya “memakan korban”. Seorang perempuan ditangkap karena dia tak sengaja berada di lokasi tersebut untuk menunggu transportasi.
Bahkan, ada juga peraturan diskriminatif yang menyasar siswa sekolah. Seperti Peraturan Bupati Purwakarta yang mencantumkan sejumlah syarat tertentu agar para siswa bisa naik kelas. Siswa yang berdomisili di wilayah pedesaan diwajibkan untuk memiliki hewan ternak keterampilan bercocok tanam.
Sedangkan siswi yang tinggal di pedesaan, diwajibkan untuk memiliki keterampilan memasak; memiliki keterampilan menenun. Perda diskriminatif ini terus meningkat selama sepuluh tahun terakhir atas nama moralitas dan agama.
Kebijakan diskriminatif ini tidak hanya ditemukan dalam peraturan daerah saja. Tetapi juga dalam bentuk surat edaran, baik itu bupati maupun walikota. Perlu ada kontrol dari pemerintah pusat agar kebijakan diskriminatif ini tidak terus bertambah. TOLAK PERDA DISKRIMINATIF!