Mahasiswi Calon Dokter yang Bunuh Diri pernah Dipalak Seniornya?

Published:

Kasus bunuh diri mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) menguak borok yang selama ini tertutupi. Salah satunya, aksi pemalakan yang dilakukan senior terhadap juniornya. Ini kabarnya dialami Aulia Risma Lestari dan teman-teman PPDS angkatannya oleh seniornya. Aulia adalah mahasiswa kedokteran Universitas Diponegoro yang sedang menempuh PPDS di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Kariadi, Semarang, Jawa Tengah. Aulia diketahui bunuh dirinya sendiri setelah mengalami banyak tekanan selama proses PPDS.

Menurut kabar itu, total uang yang harus dikumpulin Aulia dan teman-teman PPDS angkatannya mulai dari 20 sampe 40 juta. Tapi kabar pemalakan itu dibantah mahasiswa senior PPDS, Angga Rian. Angga ngakunya nggak ada pemalakan. Yang ada iuran buat beli makan ketika praktik di RSUP Kariadi. Itupun iuran beli makanannya bersifat “gotong royong”. Angga bilang, selama ini para mahasiswa, senior dan junior, nggak disediain makanan dari rumah sakit. Selama jadi mahasiswa, dia ngaku uang iuran mahasiswa itu cuma berlaku di semester awal dan sifatnya nggak wajib.

Jumlahnya beragam, mulai dari 1 juta sampe 10 juta tergantung kebutuhan. Uang kas bakal dikembaliin ke mahasiswa junior karena kadang dananya masih cukup, katanya. Angga juga membantah adanya intimidasi yang dilakukan senior. Dia bilang, senior dan junior saling terbuka satu sama lain. Masalahnya, statement Angga ini secara nggak langsung dipatahin Jubir Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Siti Nadia Tarmizi.

Nadia bilang laporan perundungan yang dialami mahasiswa PPDS udah lebih dari 356 kasus yang masuk ke Kemenkes. Bentuk perundungannya pun bermacam-macam. Mulai dari pungutan liar di luar biaya pendidikan buat mahasiswa junior sampe jam kerja di luar batas. Sementara bentuk perundungan kecilnya berupa memanggil mahasiswa PPDS junior dengan istilah atau sebutan yang nggak seharusnya. Nadia bilang kasus perundungan itu nggak cuma terjadi di Semarang. Tapi juga di rumah sakit kota-kota besar lainnya, seperti di Bandung, Manado, Medan, Makassar, Padang, dan Palembang.

Nadia juga bilang pemalakan mahasiswa senior PPDS kepada juniornya ada yang berlangsung selama 1 tahun. Bukan satu semester seperti yang dibilang Angga. Sedih mendengar apa yang terjadi di lingkungan mahasiswa PPDS. Siklus perundungan antara senior dan junior dianggap wajar dan normal belaka. Sayangnya, pihak yang bertanggungjawab seolah membiarkannya, tanpa berusaha menghentikannya. Akibatnya, tragis: mahasiswa PPDS berprestasi seperti Aulia harus jadi martir untuk mengakhiri mata rantai perundungan itu.

Semoga ada perbaikan yang mendasar dan menyeluruh dari kondisi yang nggak manusiawi ini. Stop perundungan di lingkungan pendidikan dan kerja!

Artikel Terkait

Terbaru

spot_img