Ada informasi, homoseksualitas di pesantren nggak jarang terjadi. Istilahnya Mairil. Kalau Anda pernah nyantri mungkin gak asing dengan istilah ini. Saya sendiri baru tahu istilah ini, setelah seorang teman mengirim video pengalaman seseorang yang menjadi korban mairil ini. Mairil adalah praktik homoseksual di kalangan santri pesantren. Mungkin Anda kaget, kok di pesantren ada praktek seperti ini? Dalam persepsi kebanyakan kita, nggak mungkinlah di pesantren terjadi praktek semacam ini. Tapi emang realitasnya itu terjadi.
Beberapa teman di kantor yang pernah di pesantren bilang itu sih biasa. Dan ternyata ini bukan fenomena baru. Ketika saya searching di internet istilah ini, dengan mudah saya mendapati sejumlah link yang membahas fenomena ini. Saya menemukan sejumlah artikel, paper hasil penelitian bahkan skripsi yang membahas praktek ini. Contoh paper hasil penelitian yang saya dapat misalnya paper berjudul: *Mairil dan Perkembangan Orientasi Seksual Alumni Santri Pondok Pesantren*. Ditulis oleh Muhammad Fajrul Fikri dan Dr. Amika Wardana dari Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta. Kedua orang ini melakukan penelitian kepada 8 orang alumni pesantren di Jawa Timur. Mereka menemukan sejumlah informasi mengenai praktek mairil yang terjadi di pesantren.
Secara umum mairil merupakan kasih sayang yang dilakukan antar santri laki-laki di pesantren yang diwujudkan dalam berbagai perilaku. Mulai dari mencubit pipi, mencium pipi atau leher, hingga melakukan aktivitas seksual berupa nyempet. Bahkan juga praktek – maaf ya — menyelipkan alat kelamin ke sela-sela paha. Penelitian ini juga menemukan, pada dasarnya santri yang mairil tidak terlahir sebagai seorang gay. Perilaku ini lebih terbentuk di pesantren melalui proses mengenal, mempelajari hingga akhirnya meniru santri lain. Tapi penelitian ini juga menemukan santri yang mairil di pesantren tidak berlanjut saat mereka keluar dari pesantren. Ini hanya merupakan pergeseran orientasi seksual sesaat karena adanya perkembangan psikologis dan emosional yang mempengaruhi seksualitas dalam kurun waktu tertentu.
Mairil biasanya dilakukan oleh santri senior kepada juniornya. Walaupun, di beberapa pesantren kadang perilaku itu juga dilakukan oleh guru dan pengurus pesantren. Yang sering menjadi sasaran adalah santri junior yang memiliki ciri fisik putih, tampan, imut, memiliki lesung pipi dan memiliki wajah baby face. Menurut peneliti, praktek ini seperti sudah menjadi sesuatu yang lumrah terjadi di pesantren.
Dalam video yang saya terima, seseorang bercerita dirinya pernah menjadi korban mairil. Saat dirinya tidur, seseorang membuka sarungnya, kemudian mengelus-elus pahanya. Dia kaget dan langsung terbangun karena perlakuan itu. Dia tidak terima diperlakukan itu, paginya langsung mengadu ke kiainya. Tapi ternyata respon sang kiai di luar dugaannya. Sang kiai justru merespons dengan santai pengaduan itu. Sang kiai hanya menjawab: “Halah, itu sudah biasa, wajar itu,” ucap pria di video itu menirukan sang kiai.
Pengelola pesantren rasanya harus menangani persoalan ini secara serius, bukan justru menganggapnya wajar. Bukan bermaksud mendiskriminasikan orang yang punya orientasi seksual sejenis. Tapi membiarkan praktek ini berlangsung secara liar tentu ini gak sehat. Karena sangat dimungkinkan banyak terjadi abuse of power santri senior terhadap juniornya. Yukk jaga masa depan anak-anak kita!