Apa hukumnya laki-laki biasa menikahi perempuan yang dianggap keturunan Nabi Muhammad atau syarifah? Kata orang yang disebut habib ini, amal ibadah laki-laki itu nggak bakal diterima Allah. Hmm… Nggak logis banget ya. Yang bilang begitu, namanya Habib Alwi Baraqbah.
Dalam video di YouTube, dia membahas soal umat Islam di Indonesia yang menurutnya menghormati dan menyayangi para Habib. Tapi, banyak umat yang bersikap sebaliknya kepada syarifah, lanjutnya. “Kita berani kurang ajar dengan syarifah. Kita berani mengentengkan syarifah. Bahkan berani mengawini syarifah,” katanya. Dia bahkan bilang kalau laki-laki biasa menikahi syarifah, Nabi Muhammad bakal marah dan mereka nggak bakal dapat syafaat. Lebih jauh dia bilang, amal ibadah laki-laki itu bakal ditolak Allah. “Seorang yang bukan habaib, bukan daripada Bani Alawi, menikahi syarifah, yang darahnya bersambung dengan Nabi Muhammad SAW, sampai hari kiamat, ibadahnya ditolak oleh Allah SWT, terkecuali bisa mengembalikan keperawanan syarifah,” katanya. Astagfirullah.
Bagi yang nggak familiar, syarifah itu gelar buat perempuan yang dianggap keturunan Nabi dari jalur cucu nabi, Hasan atau Husain, khususnya Alawi. Sementara laki-laki yang dianggap keturunan nabi disebut sayyid. Sedangkan habib, singular dari habaib, adalah gelar untuk sayyid yang dihormati karena ilmunya. Gelar itu dipakai di Yaman dan belakangan dipakai di negara-negara mayoritas muslim lainnya. Dengan kata lain, nggak semua sayydi itu habib, tapi habib itu sudah pasti sayyid.
Apa yang disampaikan Alwi Baraqbah jelas ingin mengkultuskan orang-orang yang dianggap sebagai keturunan nabi. Karena itu, dia perlu membangun narasi untuk menjaga kemurnian garis keturunan nabi. Sehingga, mereka yang dianggap keturunan nabi menjadi kasta tersendiri, tentu kasta terhormat, dalam komunitas muslim.
Padahal, apa yang disampaikan Alwi Baraqbah itu nggak ada dasarnya dalam Al-Qur’an dan ajaran Nabi. Bahkan apa yang disampaikan Alwi Baraqbah itu bertentangan dengan Al-Qur’an dan ajaran Nabi. Al-Quran nggak membatasi pernikahan hanya berdasarkan garis keturunan. Ayat Al-Qur’an tentang pernikahan malah menyebutkan ciri orang yang mulia di sisi Allah itu bukan berdasarkan garis keturunannya. “Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa.” Surah Al-Hujurat ayat 13.
Nabi Muhammad sendiri dalam sejarah hidupnya nggak pernah mengajarkan keturunannya menikah dengan sesama mereka. Buktinya, putri nabi, Zainab, menikah dengan Abu Al-Ash bin Rabi yang bukan dari Bani Hasyim, klan Nabi Muhammad. Ulama besar juga menolak konsep kasta dalam Islam ini. Imam Asy-Syafi’i, misalnya, pernah bilang, “Manusia itu sama, baik orang merdeka atau budak, Arab atau non-Arab, kecuali dalam ketakwaan.” Syaikh Yusuf Al-Qaradawi juga bilang, larangan pernikahan hanya karena garis keturunan itu bentuk diskriminasi yang nggak sesuai Islam.
Nah, soal ibadah seseorang itu diterima atau nggak, itu hak prerogatif Allah. Bukan hak prerogatif pemuka agama, wabil khusus habib. Dan itu sama sekali nggak terkait sama garis keturunan. Islam mengajarkan tentang kesetaraan manusia. Islam menentang sikap yang mengagungkan garis keturunan. Feodalisme nggak mendapat tempat dalam Islam. Yuk, beragama dengan akal sehat!