Perempuan Kristen Pertama yang Menjadi Menteri di Negara Mayoritas Muslim Syiah

Published:

Ada menteri perempuan dan Kristen pertama di Irak. Namanya Ivan Faiq Jabro, seorang Kristen Kaldea. Jabro sekarang menjabat sebagai Menteri Migrasi dan Pengungsian Irak di pemerintahan Perdana Menteri, Mustafa Al-Kadhimi. Jabro dilantik pada 6 Juni 2020 ketika Al-Kadhimi membentuk kabinet di tengah krisis politik dan ekonomi Irak pasca berkuasanya the Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) yang brutal. Untuk menciptakan pemerintahan yang lebih inklusif, Al-Kadhimi mengangkat beberapa figur dari minoritas, di antaranya Jabro.

Penunjukan Jabro cukup mengejutkan beberapa pihak mengingat ada 3 hal yang bertentangan dalam beberapa pemerintahan Irak. Pertama, Jabro adalah seorang perempuan dalam politik Irak dan Kabinet Al-Kadhimi yang didominasi laki-laki. Kedua, Jabro berasal dari komunitas Kristen Kaldea yang bahkan populasinya hanya berjumlah 1% dari total populasi di Irak. Terakhir, tugasnya sebagai menteri migrasi dan pengungsi yang sangat sensitif di Irak pasca-ISIS.

Tapi Jabro nggak menyerah dalam menghadapi berbagai tantangan dan skeptisisme. Setelah dilantik dia langsung terjun ke lapangan melaksanakan tugasnya. Jabro mulai merehabilitasi pengungsi dan warga yang kehilangan tempat tinggal akibat perang. Jabro juga membantu warga Kristen dan Yazidi yang ingin kembali ke rumah mereka setelah diusir ISIS. Dia juga memastikan minoritas memiliki perlindungan yang lebih baik di bawah hukum Irak.

Posisi Jabro sebagai Menteri Migrasi dan Pengungsian Irak nggak tergantikan meski pemerintahan Irak sudah berganti. Jabro tetap dipercaya mengelola kementerian itu oleh Perdana Menteri baru, Mohammed Shia’ Sabbar al-Sudani. Di bawah pemerintahan al-Sudani, Jabro memastikan hibah sebesar 4 juta dinar kepada keluarga yang menjadi pengungsi terus berlanjut. Jabro juga memastikan instruksi dari Perdana Menteri agar semua keluarga yang terdaftar menerima hibah itu benar-benar terealisasi. Kementeriannya berupaya untuk memberikan hibah secara langsung selama keberangkatan keluarga dari kamp, katanya.

Lahir dan besar di Basra, Irak, Jabro bukan sosok yang kaleng-kaleng. FYI, Basra adalah kota dengan mayoritas Muslim Syiah. Sebagai minoritas, Jabro dan banyak warga Kristen seringkali menghadapi diskriminasi sosial dan politik. Warga Kristen di Irak sulit mendapatkan pekerjaan akibat sektor publik yang sebagian besar dikendalikan elite politik Syiah. Meski mengalami banyak tantangan, Jabro nggak menyerah.

Sejak muda dia menunjukkan ketertarikan pada ilmu pengetahuan. Dia kuliah di Universitas Basra dan mengambil jurusan Mikrobiologi. Latar belakang pendidikannya ini cukup unik, mengingat umumnya politikus berlatar pendidikan di bidang hukum, politik, dan militer. Setelah lulus, Jabro aktif dalam berbagai organisasi hak asasi manusia, terutama yang fokus di bidang perempuan dan minoritas agama. Dia pernah menjadi perwakilan perempuan Kristen di Leadership Women’s Forum Basra. Di organisasi itu dia berusaha meningkatkan partisipasi perempuan dalam sektor publik. Dia juga pernah menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Forum Wanita Minoritas di Irak. Forum itu adalah organisasi yang membela hak perempuan dari komunitas minoritas seperti Kristen, Yazidi, dan Mandaeran, yang sering mengalami diskriminasi dan kekerasan.

Jabro adalah role model baru bagi kalangan minoritas. Meski double minority, Jabro nggak menyerah di tengah lingkungan sosial yang diskriminatif. Dia berjuang merebut hak-haknya dan berhasil. Dia juga peduli dengan kelompok minoritas di luar dirinya dan bersuara mewakili mereka di luar pemerintahan dan di dalam pemerintahan. Kalau Jabro bisa, kamu juga bisa!

Artikel Terkait

Terbaru

spot_img