Series Bidaah diangkat dari kisah nyata? Serius? Menurut aktivis dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh, Siti Farah, series Bidaah bukan cuma tontonan. Tapi kisah nyata yang terjadi dari beberapa kasus selama dia dampingi. Ini diungkapin Farah dalam diskusi “Film Bidaah & Predator Seksual di Aceh” yang digelar Rabithah Thalibah Aceh.
“Ternyata film ini menggali memori saya,” katanya. “Adegan seperti tangan dicelup dan airnya diminum atau zikir disisipi nama oknum tersebut, benar-benar terjadi di lapangan,” lanjutnya.
Menurut temuan LBH Banda Aceh, kasus pengkultusan (ghulul) terhadap sosok yang dihormati dan kasus kekerasan seksual di lembaga pendidikan agama diduga berkali-kali terjadi di Aceh. Dari data LBH Banda Aceh, sejak tahun 2018 sampai 2024, ada 34 kasus kekerasan seksual yang tercatat di Aceh. Dari seluruh kasus, empat di antaranya terjadi di lingkungan pendidikan agama.
Siti bilang, sejak pandemi, laporan kasus kekerasan seksual meningkat dalam data mereka. Tapi anehnya, data pemerintah justru menurun. Dia sebut fenomena kekerasan seksual kayak gunung es. Terlihat kecil di daratan, tapi menghujam besar ke dalam laut. Maksudnya, sebagian besar kasus justru nggak pernah dilaporkan karena korban takut, malu, atau merasa nggak akan dipercaya. Jadi, kalau data pemerintah menunjukkan turunnya kekerasan seksual, bisa jadi bukan begitu kenyataannya.
Apalagi pelakunya adalah tokoh agama yang kadang terkenal kebal hukum dan punya pengikut banyak yang siap membela. Dan di sinilah letak keberanian Bidaah sebagai karya seni. Berani menyoroti sisi gelap komunitas agama yang sering disembunyikan.
Tapi series ini memang menuai beragam respons dari masyarakat. Sebagian marah karena merasa series ini dianggap menyudutkan Islam atau mencoreng citra ulama. Ini misalnya disampaikan Teungku Umar Rafsanjani, Pembina Laskar Aswaja Aceh. Dia juga sebut series ini bisa menyesatkan serta memicu kebencian terhadap ulama. Dia bahkan mempertanyakan bagaimana series ini bisa lolos sensor.
Tapi, banyak juga yang berpandangan sebaliknya. Netizen berpendapat Bidaah bukanlah penghinaan terhadap Islam. “Film ini dapat membuka mata orang-orang bahwa di dalam agama ada oknum-oknum tertentu menggunakan agama sebagai keuntungan pribadi bagi dirinya sendiri,” tulis salah satu netizen.
Btw, Bidaah tayang resmi di platform Viu. Series ini bercerita tentang Baiduri, perempuan muda yang awalnya cuma pengin hidup lebih baik. Dia lalu bergabung dengan komunitas keagamaan bernama Jihad Ummah. Pimpinannya bernama Walid Muhammad Mahdi Ilman. Dia ngaku-ngaku sebagai Imam Mahdi. Di dalam komunitas diperlihatkan praktik nikah paksa, ketaatan buta, hingga ritual-ritual ganjil.
Series Bidaah jadi pembicaraan karena nggak sedikit orang yang merasa related dengan series itu. Mereka pernah mengalami kondisi-kondisi yang mirip dengan series itu. Atau, minimal mereka mendengarnya.
Anggota atau pimpinan komunitas agama harusnya mendiskusikan series Bidaah secara serius. Kritik terhadap praktek penyalahgunaan agama jangan dianggap sebagai bentuk kebencian terhadap agama. Justru ini bagian dari menjaga keluhuran agama. Ulama yang lurus pasti nggak akan alergi sama kritik. Ulama yang lurus seharusnya ikut menjaga keluhuran agama dengan mengajak umat bukan jadi penganut yang taat buta. Karena iman yang nggak disertai kesadaran kritis cuma akan bikin umat jadi gembalaan yang mudah dikendalikan. Yuk, beragama pakai akal sehat!