Toleransi umat Hindu di Bali ini emang luar biasa. Mereka tetap memperbolehkan umat Islam tetap melaksanakan shalat tarawih, di saat mereka merayakan hari nyepi. Padahal, seyogyanya, pada hari nyepi semua aktivitas berhenti. Mulai tidak boleh menyalakan lampu atau api, tidak melakukan pekerjaan, tidak bepergian dan tidak menonton hiburan atau bersenang-senang. Bahkan untuk menghormati ibadah umat Hindu itu, Bandara Internasional Ngurah Rai ditutup selama 24 jam. Sama sekali tidak ada penerbangan, baik domestik maupun penerbangan internasional.
Perayaan hari Nyepi tahun ini, akan dilaksanakan pada 29 Maret 2025. Berbarengan dengan hari ke 29 puasa Ramadhan umat Islam. Umat Hindu Bali legawa, walaupun mereka mayoritas tetap membiarkan umat Islam melakukan shalat tarawih di masjid. Walaupun dengan sejumlah catatan, antara lain: umat Islam diminta menuju masjid dengan berjalan kaki atau tidak menggunakan kendaraan. Tidak menggunakan pengeras suara, serta menyelesaikan shalat sesuai waktu yang telah ditentukan. Untuk memastikan, ketentuan itu berjalan, Pecalang akan membantu mengawal agar tidak mengganggu kekhusyukan perayaan nyepi. Ketentuan itu sendiri disepakati hasil dari musyawarah antar tokoh agama, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dan pemerintah daerah.
Banyak warganet mengapresiasi yang mengapresiasi sikap toleransi umat Hindu itu. “Indahnya toleransi, respect Bali,” tulis seorang warganet. “Bali soal toleransi tidak perlu di tanya lagi,” tulis yang lainnya. “Bali Masya Allah sihh. Saya yang muslim benar-benar cinta sama Bali dan umat Hindu yang masya Allah sekali toleransinya,” tulis yang lainnya lagi. Soal sikap toleransi, umat Islam emang harus banyak belajar sih dari umat-umat yang lain. Karena sampai saat ini, sebagian umat Islam masih saja diskriminatif terhadap agama lain.
Di bulan Ramadhan ini saja, ada dua peristiwa tindakan intoleran yang dilakukan umat Islam terhadap agama lain. Pertama menimpa umat Katolik di Sukamiskin, Arcamanik, Bandung Jawa Barat. Sekelompok umat Islam di sana menolak ibadah Misa umat Katolik yang akan dilaksanakan di sebuah gedung serba guna. Alasannya, gedung itu bukan diperuntukkan buat tempat ibadah. Peristiwa kedua terjadi di Samarinda, Kalimantan Timur. Sekelompok umat Islam menolak pembangunan Gereja Toraja di Sungai Keledang, Samarinda Seberang. Akibatnya, kantor Kemenag tidak berani mengeluarkan izin pembangunan gereja itu. Padahal, pihak gereja sudah memenuhi semua persyaratan yang harus dipenuhi untuk pembangunan gereja itu.
Tindakan-tindakan diskriminatif itu tidak mencerminkan ajaran Islam dan teladan yang diberikan oleh Nabi Muhammad. Karena Nabi Muhammad sendiri, sangat menghormati keyakinan agama lain. Dalam sejarahnya, bahkan nabi pernah mempersilahkan umat Kristen yang bertamu kepadanya untuk ibadah di salah satu ruang masjid. Umat Islam juga harus malu dengan postingan yang beredar di media sosial terkait sikap intoleran umat Islam. Postingan itu menulis: Ketika di satu daerah ada dua agama bertemu, selain Islam, mereka akan hidup damai dan saling menghormati. Tapi saat salah satunya adalah umat Islam, maka selalu ada keributan di antara keduanya. Umat Islam harus berubah, kalau tidak mau dicap sebagai biang ribut. Yuk belajar dari umat Hindu di Bali, mayoritas tapi tak jumawa!