Kepolisian kan seharusnya melindungi kalangan LGBTQ, eh kok malah mereka ikut-ikutan mendiskriminasi. Baru saja beredar kabar Polda Metro Jaya dan Polda Sumatera Utara memecat dua anggotanya dengan alasan dua anggota itu merupakan kalangan LGBTQ. Pemecatan yang dilakukan Polda Metro Jaya dilakukan pada 2 Januari lalu, bersamaan dengan pemecatan 30 anggota Polri lainnya. Sementara, Polda Sumatera Utara memecat Wakil Direktur Reserse Kriminal Khusus, berinisial AKBP DK. AKBP DK dipecat pada 2023 lalu, tapi beritanya baru tersebar sekarang-sekarang ini.
Ini jelas bentuk diskriminasi. Ini juga jelas melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Tak itu saja, ini juga bertentangan dengan Peraturan Kapolri No. 8 tahun 2009 tentang implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian RI. Dalam peraturan itu jelas ditegaskan dalam pasal 3 peraturan itu, dalam melaksanakan tugasnya Polri wajib menjalankan prinsip-prinsip perlindungan HAM. Yang diantaranya: keadilan, kesetaraan atau persamaan hak dan non-diskriminasi. Di pasal 4 poin h juga dijelaskan, prinsip HAM lainnya. Dikatakan bahwa HAM tidak membedakan ras, etnik, ideologi, budaya atau keyakinan, falsafah, status sosial, dan jenis kelamin atau orientasi seksual.
Dengan ketentuan-ketentuan itu jelas, justru seharusnya kepolisian menghormati orientasi seksual anggotanya, bukan justru memecatnya. Tanggungjawab aparat negara adalah menghormati dan melindungi HAM, sebagai mana diatur dalam Peraturan Kapolri No. 8 tahun 2009 itu. Terkesan kepolisian tidak profesional, karena melakukan pemecatan dengan orientasi seksual. Harusnya Polda Sumut maupun Polda Metro Jaya menetapkan kebijakan-kebijakannya sesuai prinsip dalam Peraturan Kapolri tadi. Menurut perundang-undangan yang ada di Indonesia, tidak ada satupun yang melarang keberadaan kalangan LGBTQ.
Kalau dilihat KUHP baru yang akan dijalankan pada 2026 nanti, pelarangan LGBT juga tidak ada. Yang ada hanyalah larangan melakukan perbuatan cabul sesama jenis dengan orang yang belum dewasa. Ini tertuang dalam KUHP pasal 292. Bunyi pasalnya: Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sesama kelamin, yang belum dewasa diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun. Dari bunyi pasal itu jelas, tidak ada larangan kepada siapapun menjadi penganut LGBTQ. Bahkan perbuatan hubungan sesama jenis tapi sudah dewasa, itu juga tidak dilarang.
Pasal lainnya yang mengatur LGBTQ terdapat pada KUHP pasal 414. Tapi sebenarnya pasal ini juga tidak spesifik mengatur pelaku LGBTQ. Unsur yang dilarang pada pasal ini adalah perbuatan cabul tertentu, baik yang dilakukan seorang heteroseksual ataupun LGBTQ. Perbuatan yang dilarang adalah perbuatan cabul dengan ancaman kekerasan, perbuatan cabul secara paksa, atau perbuatan cabul yang dipublikasikan sebagai muatan pornografi. Jadi unsurnya adalah perbuatan cabulnya, bukan orientasi seksualnya. Dan ingat juga pasal-pasal ini juga baru bisa diberlakukan pada 2026 nanti. Jadi jelas apa yang dilakukan Polda Metro Jaya dan Polda Sumut, keluar dari ketentuan hukum.
Baik dalam bentuk undang-undang maupun dalam bentuk peraturan. Mudah-mudahan Polda Metro Jaya dan Polda Sumut bisa mengoreksi keputusannya. Dan marilah kita berharap juga jajaran kepolisian tidak akan lagi melakukan pemecatan kepada anggotanya hanya dengan alasan orientasi seksual di masa depan. Kaum LGBT adalah mahluk ciptaan Allah yang harus dihargai sama. Stop diskriminasi terhadap kalangan LGBTQ.ccc