Jakarta, PIS – Di kota kebudayaan itu, kita akan melihat banyak orang mengenakan pakaian tradisional Jawa lalu-lalang di jalan. Laki-laki dan perempuan, tua dan muda. Para laki-laki mengenakan blangkon, lurik, dan jarik. Para perempuan mengenakan kebaya dan jarik yang bisa dipadu dengan jilbab bagi yang mengenakannya. Ini sudah berlangsung 6 tahun terakhir.
Gubernur di Jogja mengeluarkan Peraturan Gubernur tentang Pakaian Dinas dan Penggunaan Pakaian Tradisional Jawa Yogyakarta. Yang diwajibkan mengenakan pakaian tradisional ini adalah para aparatur sipil negara (ASN) dan para pelajar. Ada dua alasan mengapa Kamis Pahing yang dipilih.
Kamis Pahing adalah salah satu hari baik. Kedua, untuk memperingati kepindahan Sultan serta keluarganya ke kraton yang ditempati sekarang. Kepindahan dari Pesanggrahan Ambar Ketawang ke Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat itu terjadi pada Kamis Pahing 7 Oktober 1756. Dalam sebulan, pakaian tradisional ini dikenakan 2 kali mengingat setiap bulan ada 2 kali Kamis Pahing.
Selama mengenakan pakaian tradisional, ada aturan khusus yang harus diperhatikan. Masyarakat tidak dibolehkan menggunakan pakaian dengan motif bunga dan jarik dengan motif parang besar. Motif itu hanya boleh dipakai oleh keluarga keraton. Tapi di luar itu, masyarakat dibolehkan menggunakan motif itu, misalnya, untuk acara pernikahan.
Kebijakan ini diharapkan dapat mengenalkan kebudayaan pada generasi muda secara mudah dan efektif. Juga untuk menumbuhkan rasa bangga mengenakan pakaian tradisional. BANGGA MENJADI INDONESIA.