Anggota DPR RI ini ngadi-ngadi deh. Masa dia bilang rokok nggak bikin orang mati? Nama Anggota DPR RI itu. Mukhamad Misbakhun. Dia Ketua Komisi XI DPR RI, dan ucapannya viral lewat video Facebook Satoe Indonesia, 6 November lalu.
Pernyataannya disampaikan di acara Kadin Indonesia, bahas satu tahun pemerintahan Prabowo-Gibran. “Ada nggak orang meninggal karena merokok? Nggak ada,” katanya. Katanya lagi, belum ada dokter yang bilang orang mati gara-gara rokok. “Autopsinya bilangnya jantung, paru-paru, diabetes,” ujarnya. Misbakhun juga bangga bilang rokok nyumbang sekitar 200 triliun ke negara tiap tahun. Katanya, tanpa cukai rokok, APBN bisa defisit lebih dari 3% dari PDB. Dia juga kritik pemerintah yang dinilai kurang berpihak ke petani tembakau.
Katanya, petani nggak dapet subsidi pupuk, padahal cukai tembakau nyumbang besar. Dia bahkan menolak wacana plain packaging karena dianggap ganggu perekonomian. Btw, plain packaging itu maksudnya kemasan rokok tanpa logo, warna, atau desain merek. Jadi semua bungkus rokok dibuat seragam, polos, cuma ada tulisan nama merek kecil dan peringatan kesehatan besar-besaran (misalnya foto paru-paru rusak). Tujuannya supaya rokok nggak terlihat keren atau menarik, terutama buat anak muda. Dan biar branding dan promosi rokok jadi nggak efektif. Negara seperti Australia, Inggris, dan Prancis udah lama menerapkannya.
Ucapannya langsung menuai kecaman publik. Sekjen Komnas Pengendalian Tembakau, Tulus Abadi, bilang itu pernyataan menyesatkan dan bentuk pembodohan publik. “Itu omongan sampah, nggak pantas keluar dari wakil rakyat,” tegasnya. Menurut Tulus, pernyataan itu bahaya buat arah kebijakan kesehatan publik. Dia menilai Misbakhun justru lebih bela industri rokok besar ketimbang rakyat. Padahal, mayoritas industri itu milik perusahaan asing dan bahan bakunya 80% impor. “Wakil rakyat harusnya bela 286 juta rakyat Indonesia, bukan korporasi rokok,” katanya.
Yayasan Kanker Indonesia (YKI) juga buka suara. Mereka bilang pernyataan Misbakhun jelas keliru. Rokok itu penyebab kanker yang paling bisa dicegah. Asapnya mengandung lebih dari 7.000 bahan kimia, sekitar 70 di antaranya bisa rusak DNA dan picu kanker. Beberapa di antaranya: arsenik, benzena, dan formaldehida. Kanker paru, tenggorokan, mulut, kandung kemih, pankreas, sampai serviks, semuanya bisa disebabkan rokok.
WHO mencatat, rokok membunuh lebih dari 8 juta orang per tahun di seluruh dunia. Termasuk 1,3 juta non-perokok yang cuma terpapar asapnya. Di Indonesia, menurut Kementerian kesehatan melalui program Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 juga nunjukin rokok jadi faktor utama penyakit jantung, stroke, dan kanker paru. Jadi jelas: rokok adalah penyebab kematian yang bisa dicegah.
Ucapan Misbakhun soal “autopsi cuma tulis jantung” itu salah paham besar. Rokok itu penyebab tidak langsung—yang bikin penyakitnya muncul. Klaim soal kontribusi pajak juga perlu dilihat jernih. Memang benar, cukai tembakau nyumbang sekitar 230–300 triliun per tahun. Tapi biaya akibat rokok jauh lebih besar. Riset Lembaga Demografi UI (2021) mencatat kerugian ekonomi akibat rokok capai 617 triliun per tahun. Isinya biaya pengobatan, hilangnya produktivitas, dan kematian dini. Artinya, tiap Rp1 dari cukai rokok, negara kehilangan hampir Rp2 karena dampaknya.
Argumen soal bantu petani juga lemah. Bahan baku banyak impor, mesin ganti tenaga kerja lokal, keuntungan lari ke perusahaan multinasional. Pernyataan seperti ini bahaya karena bisa geser arah kebijakan negara. Wakil rakyat seharusnya lindungi kesehatan masyarakat, bukan ulangi narasi industri rokok. Kontribusi cukai penting, tapi nggak bisa dijadikan pembenaran moral atas produk yang jelas bikin sakit.
Negara-negara maju justru pakai cukai rokok buat ngurangin konsumsi, bukan ngerayain pajaknya. Pejabat publik harus hati-hati ngomong, apalagi soal kesehatan. Nggak bisa asal ceplas-ceplos tanpa data. Soalnya ini bukan debat opini, tapi nyawa manusia. Jutaan orang bisa sakit dan mati karena rokok, dan ucapan pejabat bisa pengaruhi arah kebijakan.
Kalau mau bela petani, ya perkuat industrinya dengan cara sehat dan berkelanjutan. Bukan dengan nyebar klaim ngawur soal bahaya rokok. Jadi pejabat itu tugasnya mewakili rakyat, bukan korporasi. Kalau bicara di ruang publik, dasarnya harus riset, bukan asumsi. Jangan asal ngomong demi kepentingan tertentu. Suara pejabat bukan cuma pendapat pribadi, tapi cermin kredibilitas negara di mata rakyatnya. Yuk, jadi wakil rakyat yang bicara pakai data dan akal sehat!


