Natalan makin dekat, tapi saudara kita yang beragama Kristen tetap aja nggak bisa beribadah. Ini, misalnya, dialami Jemaat Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) Tegar Beriman di Bogor, Jawa Barat. Sejumlah orang yang mengaku warga mendatangi salah satu rumah yang rencananya akan dipakai sebagai tempat ibadah pada 7 Desember kemarin. Rumah itu berlokasi di Perumahan Cipta Graha Permai, Kabupaten Bogor,. Ibadah rencananya diselenggarakan pada Minggu, 8 Desember pukul 3 sore. Pemimpin gereja itu, Pendeta Nicky Wakary bilang beberapa hari sebelumnya mereka juga udah menyampaikan surat permohonan mau adain ibadah ke beberapa pihak. Seperti RT, Polsek, dan Koramil. Tapi tiba-tiba aja malemnya, para warga melarang adanya ibadah ini.
Mereka beralasan penyelenggaraan kegiatan ibadah nggak punya izin. Akhirnya pendeta Nicky dan jemaatnya terpaksa mengadakan ibadah di lapangan depan kantor pemasaran Perumahan Cipta Graha Permai. Pendeta Nicky mengaku sedih dan kecewa karena dia sebelumnya udah kirim surat ke otoritas setempat. Video kekecewaannya ini terekam di sebuah video yang diunggah akun TikTok @albertkamuh. Nicky bilang tujuan mereka hanya ingin mengadakan ibadah Natal aja. Namun nyatanya hak beribadah mereka tetap dihalangi oleh oknum-oknum intoleran. Video dari akun tiktok Yusnita Tanjung juga memperlihatkan situasi para jemaat yang mengadakan ibadah di lapangan. Cuaca di luar terlihat mendung dan nggak mendukung untuk beribadah. Situasi ini tentu memprihatinkan banget.
Di provinsi lain, peristiwa serupa juga terjadi. Umat Gereja Katolik Stasi Santo Yosep di Bulukumba, Sulawesi Selatan, dilarang ngadain koor ibadah Natal di rumah. Kronologinya punya pola yang sama: pas mau adain latihan, mereka didatangi sekelompok warga. Kata salah satu warga, kalo mau adain latihan koor mesti ada izin dari pemerintah dan juga warga setempat. Para jemaat juga harus bikin laporan tertulis kalo tempatnya mau dipake buat ibadah Natal. Aksi ini tentu sangat menyayat hati ya. Menurut data dari Imparsial, organisasi yang memperjuangkan HAM, sepanjang 2024 ada 23 peristiwa pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan. Bentuk pelanggaran yang paling menonjol adalah penolakan pendirian rumah ibadah maupun pelarangan ibadah secara individu maupun berkelompok. Dan dari 23 peristiwa itu, sedihnya, justru pelakunya adalah aktor negara, yaitu pemerintah daerah. Selanjutnya, tokoh agama, warga, dan ormas.
Yang bikin prihatin, sebagian besar pelanggaran hak kebebasan beragama itu sama sekali nggak ada tindak lanjut dari pemerintah untuk menindaktegas para pelakunya. Bahkan, pelakunya cenderung dibiarkan pemerintah dan aparat penegak hukum. Beribadah maupun mendirikan rumah ibadah adalah hak asasi yang diakui di semua negara. Dalam konstitusi kita, hak asasi ini termaktub di Pasal 29 ayat 2. Di situ jelas tercantum semua masyarakat, apapun agamanya, berhak untuk melaksanakan ibadah sesuai dengan agama dan keyakinannya. Pemerintah, pusat dan daerah, sebagai pelaksana konstitusi ini harusnya pasang badan untuk menegakkan hak beribadah tersebut. Bukan takut, apalagi takluk dengan tuntutan pelaku pelanggaran hak kebebasan beragama. Kita berharap Presiden Prabowo dan semua kepala daerah mau menegakkan konstitusi.
Yuk, tolak pelanggaran hak kebebasan beragama!
KATEGORI: KEBERAGAMAN