Festival Kuliner Cap Go Meh di Solo Digeruduk Ormas Islam Intoleran

Published:

Apa yang dilakukan Aliansi Umat Islam di Solo (AUIS) harus kita kutuk. Mereka mencoba menyingkirkan keberagaman kuliner dalam acara Festival Kuliner Cap Go Meh di Solo Paragon Mall, Jawa Tengah, pada 12 Februari. Mereka mengeluarkan surat edaran H-1 yang isinya akan memantau jalannya acara itu dengan dalih mengedukasi nilai-nilai agama dan moral di masyarakat. Pada hari H, mereka menggeruduk lokasi acara dengan dalih mengecek lokasi acara sambil menyampaikan aspirasi. Btw, Festival Kuliner Cap Go Meh menawarkan beragam jenis kuliner kepada pengunjung, yang halal maupun yang non-halal.

Koordinator AUIS, Soleh Ahmad bilang, kedatangannya dan kelompoknya untuk memastikan festival kuliner digelar sesuai aturan yang sudah disepakati. Sebelumnya, pada 6 Februari, AUIS mengadakan pertemuan bersama pihak Mall, MUI Kota Surakarta, dan Forkopimda Surakarta di Polres Surakarta. Pertemuan itu diadakan untuk membahas beberapa kesepakatan terkait penyelenggaraan acara ini. Salah satu poin kesepakatan adalah penyekat di tenant kuliner non-halal ketika pelaksanaan. “Kami sampaikan di dalam steril… sudah sesuai dengan kesepakatan,” katanya.

Walikota Solo bilang pelaksanaan Festival Kuliner Cap Go Meh bukan untuk menentang agama tertentu. Menurutnya, Solo dihuni masyarakat majemuk dari berbagai latar belakang budaya hingga agama. Teguh juga mengatakan lokasi tenant kuliner halal dengan non-halal dipisahkan dan nggak dalam satu lokasi. Tenant kuliner non-halal menggunakan partisi dan tertutup, sementara tenant kuliner halal terbuka. Public Relation Solo Paragon Mall, Veronica Lahji, bilang acara sudah mengantongi izin. Dia memastikan Solo Paragon Mall sudah mengikuti aturan yang berlaku saat menjalankan Festival Kuliner Cap Go Meh.

Aksi penolakan terhadap festival kuliner non-halal juga pernah terjadi pada Juli 2024 lalu di lokasi yang sama. Saat itu festival ini dihentikan sementara karena diprotes sama Dewan Syariah Kota Surakarta (DSKS). Alasan protes mereka spanduk promosi yang dinilai terlalu vulgar dalam menampilkan makanan non-halal. Hal ini dianggap nggak sensitif terhadap masyarakat Muslim di Solo. Meski diprotes, festival ini nggak dilarang. Pemerintah Kota Solo hanya minta penyelenggara lebih memperhatikan sensitivitas masyarakat.

Apa yang dilakukan Aliansi Umat Islam di Solo dan Dewan Syariah Kota Surakarta benar-benar kelewatan. Mereka mencoba menyingkirkan kuliner non-halal dari keragaman kuliner yang ditampilkan dalam acara Festival Kuliner Cap Go Meh. Namanya Festival Kuliner Cap Go Meh, ya wajarlah kuliner non-halal juga ditampilkan. Apalagi nggak semua warga di Solo adalah Muslim.

Saya Muslim dan saya nggak makan babi. Ketika kuliner berbahan dasar babi disajikan di depan mata saya, saya nggak akan tergiur begitu saja. Iman saya nggak lemah-lemah amat. Saya yakin Muslim di Solo juga begitu. Bahwa tenant kuliner halal dan kuliner non-halal dipisahkan, itu bisa dipahami. Itu perlu dilakukan agar pengunjung bisa membedakan mana ruang bagi kuliner halal dan kuliner non-halal. Tapi memperlakukan tenant kuliner non-halal tertutup dan terkesan disingkirkan, itu jelas sikap yang nggak menghargai keragaman kuliner. Itu intoleran namanya dan itu nggak bisa dibiarkan.

Kita berharap pimpinan daerah di Solo bisa lebih tegas lagi menghadapi kelompok intoleran itu dan menjamin keragaman kuliner di sana tetap terjaga. Yuk, hargai keberagaman kuliner di Indonesia!

Artikel Terkait

Terbaru

spot_img