Sebanyak 29 musisi Indonesia ngajuin uji materi UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta ke Mahkamah Konstitusi (MK). Para musisi itu pengen negara kasih kepastian hukum yang lebih adil di industri musik. Mereka mau semua yang terlibat dalam dunia musik, mulai dari pencipta lagu, penyanyi, sampai produser, dapet hak yang lebih jelas dan setara.
Nah, dalam uji materi ini, mereka ngajukan empat poin penting. Pertama, apakah penyanyi harus mendapatkan izin langsung dari pencipta lagu untuk performing rights? Kedua, siapa yang secara hukum berkewajiban membayar royalti performing rights? Ketiga, apakah individu atau badan hukum dapat memungut dan menetapkan tarif royalti performing rights di luar mekanisme Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) dan tarif yang ditentukan oleh Peraturan Menteri? Dan yang terakhir, apakah wanprestasi pembayaran royalti performing rights termasuk kategori pidana atau perdata?
Sebenarnya UU Hak Cipta udah ngatur hak ekonomi pencipta lagu dan musisi, termasuk royalti. Tapi masih ada sejumlah isu yang jadi perdebatan karena multitafsir terkait hal ini. Misalnya, soal kewajiban membayar royalti performing rights kalau sebuah lagu dinyanyikan dalam sebuah pertunjukkan. Di satu sisi dikatakan pihak yang berkewajiban membayar royalti performing rights lagu itu adalah penyelenggara acara selaku pengguna. Tapi di sisi lain dikatakan penyanyi dalam pertunjukkan tersebut juga ikut membayar royalti. Ini bikin beberapa musisi ngerasa keberatan.
Lalu, juga soal siapa yang berhak memungut dan menentukan tarif royalti performing rights tersebut. Kalo merujuk peraturan Menteri yang menjadi aturan turunan UU Hak Cipta, dikatakan yang berhak memungut dan menentukan tarif royalti adalah LKMN. Masalahnya, dalam banyak kasus, individu atau badan hukum di luar LKMN merasa berhak. Begitu juga soal izin menggunakan lagu atau karya musik kepada pencipta. Sesuai UU sebenarnya izin kepada pencipta nggak diperlukan sepanjang pengguna membayar royalti melalui LKMN. Masalahnya, nggak sedikit pencipta menganggap penguna karyanya harus izin terlebih dulu kepadanya, selain membayar royalti.
Fyi, Performing rights itu hak yang dimiliki oleh pencipta lagu atau pemegang hak cipta atas sebuah lagu ketika lagu tersebut dipertunjukkan atau diputar di depan publik. Ini termasuk ketika lagu: satu, dinyanyikan langsung (live performance), misalnya oleh penyanyi di konser, cafe, atau acara TV. Dua, diputar di tempat umum, seperti di radio, restoran, mal, bioskop, atau platform streaming. Tiga, digunakan dalam pertunjukan atau siaran, misalnya di acara televisi atau video online.
Btw, uji materi sejumlah pasal dalam UU Hak Cipta itu melibatkan nama-nama besar di antaranya Ariel NOAH, Armand Maulana, Bunga Citra Lestari (BCL), Raisa yang tergabung dalam Vibrasi Suara Indonesia (VISI). Salah satu alasan yang mendorong VISI mengajukan uji materi UU Hak Cipta adalah kasus sengketa royalti antara Agnez Mo dan pencipta lagu Ari Bias baru-baru ini. Agnez Mo digugat Ari Bias gara-gara nyanyiin lagu “Bilang Saja” tanpa izin saat tampil di 3 klub di daerah Surabaya, Bandung, dan Jakarta. Agnez digugat harus bayar denda Rp1,5 miliar. Setelah kasus itu, Ahmad Dhani juga tuding Agnez udah nyanyiin lagunya tanpa izin selama 10 tahun.
Kita dukung uji materi sejumlah pasal dalam UU Hak Cipta ini agar ada kepastian hukum di masa mendatang. Supaya nggak ada musisi atau pihak pengguna lagu atau musik yang dirugiin. Dan yang terpenting, semua pihak di industri musik bisa tetep berkarya dengan nyaman. Yuk, dukung industri musik Indonesia yang terjamin kepastian hukumnya dan saling menguntungkan!