Sekarang ada kampanye yang menyudutkan perempuan-perempuan mandiri. Pokoknya digambarkan bahwa para pria yang menikah dengan perempuan independen itu sial banget. Perempuan mandiri itu katanya kasar, nggak mau nurut, sombong, dan sibuk dengan dirinya sendiri. Coba deh lihat beberapa contoh kontennya.
Di akun @seronesia di Instagram, ada komik yang menggambarkan seorang suami baru pulang kerja. Dia bertanya baik-baik ke sang istri: “Sayang, tadi anak kita makan apa?” Si istri sambil main handphone, menjawab: “Nggak tahu, aku bukan pembantu.” Di layar handphone si istri, ada foto perempuan tersenyum dengan tagline: “I deserve better.” Lalu ada teks: “Jadi perempuan bukan artinya harus ngurus anak.” Yang menyukai postingan itu lebih dari 805 ribu orang.
Di akun yang sama, ada komik lain. Dalam komik itu ditampilkan aktivis perempuan yang menyuarakan kemandirian dengan semboyan: “Feminis Mandiri, Tidak Butuh Laki-laki.” Tapi pas makan bareng dengan cowok, dia dengan kasar bilang: “Masak aku disuruh bayar sendiri? Jadi cowok kok pelit sih?” Cowoknya cuma bisa menatap dengan pandangan hampa.
Lalu ada juga akun @sixtytwoinfo. Akun ini menampilkan video seorang wanita yang tidak mau memasak untuk suaminya, tidak ikut membayar tagihan apapun, tidak mau mencuci baju suaminya, dan tidak membantu melipat pakaian. Setelah si wanita selesai bicara, muncul teks: “Akibatnya, si wanita mendapatkan apa yang dia mau.” Oleh suaminya, dia disuruh mengemas semua pakaiannya dan keluar dari rumah itu. Video itu disukai lebih dari 70 ribu akun.
Terus ada pula akun @infowarga_konoha. Di situ ditampilkan seorang pria marah-marah di rumah. Ceritanya, dia pulang kerja tapi nggak ada makanan di rumah. Pria ini naik pitam ketika melihat istrinya malah asyik live di media sosial. Emosinya memuncak hingga melempar alat-alat dapur ke istrinya. Yang like: 186 ribu.
Di TikTok, ada juga konten video dari akun @roastologu.id. Ceritanya, suami baru pulang kerja dan minta istrinya buatin kopi. Karena nggak dibuatin, si suami merebut hape sang istri. Si istri marah-marah dan bilang: “Aku nggak mau jadi pembantu. Kamu ini kayak patriarki. Mendingan kamu cari pembantu aja.”
Konten-konten kayak gini jumlahnya makin banyak. Disukai ratusan ribu akun. Diviralkan. Diberi narasi: “Ini loh akibat kalau perempuan terlalu mandiri.” Narasi ini pelan-pelan membentuk asumsi: perempuan mandiri = egois. Padahal kenyataannya? Nggak sesederhana itu.
Banyak perempuan mandiri justru sangat suportif ke pasangannya. Mereka ikut bantu keuangan keluarga, jaga mental health rumah tangga, dan tetap bisa membagi waktu. Mereka mandiri bukan untuk menyaingi laki-laki—tapi untuk berdiri sejajar. Dan yang sering dilupakan: banyak perempuan justru mengangkat derajat ekonomi rumah tangga karena mereka bekerja, berkarya, bahkan berwirausaha.
Kalau semua perempuan disuruh diam, nurut, dan nggak boleh punya otonomi, siapa yang jaga keberlanjutan ekonomi keluarga kalau suami kehilangan pekerjaan atau mendadak meninggal? Jangan salah: perempuan mandiri bukan ancaman. Yang berbahaya itu adalah narasi yang sengaja membenturkan perempuan dengan peran domestik, seolah kalau mandiri = nggak bisa jadi istri atau ibu yang baik.
Padahal, perempuan bisa dua-duanya: mandiri dan penuh kasih. Bisa lembut tanpa harus tunduk buta. Bisa kuat tanpa harus kehilangan cinta. Jadi kalau kita liat konten-konten kayak tadi—jangan langsung telan bulat-bulat yaa. Cek dulu: itu edukasi, atau cuma propaganda misoginis yang dibungkus komedi receh?
Perempuan mandiri nggak perlu minta maaf atas kemandiriannya. Justru mereka harus bangga karena tetap berdiri di tengah dunia yang berisik nyuruh mereka diam. Support perempuan. Jangan ikut-ikutan viralkan narasi busuk yang hanya mempersempit pilihan hidup perempuan. Karena ketika perempuan bebas berkembang, dunia juga ikut tumbuh.
Gimana, Bestie PIS setuju nggak?