Jakarta, PIS – Indonesia tengah berduka. Indonesia kehilangan lagi tokoh Islam terpandang pada tahun ini. Setelah Buya Syafii Maarif berpulang pada akhir Mei lalu, kini Prof. Dr. Azyumardi Azra.
Prof Azra berpulang setelah terpapar Covid-19 dan mengalami sesak nafas dalam rangka lawatan intelektual ke Selangor, Malaysia. (insert gambar klik link ini : https://www.instagram.com/p/CijwNMsvoKH/?hl=en)
Prof Azra dinyatakan meninggal pada siang 18 September di Kuala Lumpur. Prof Azra adalah Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah dari 1998 sampai 2006. Sejak 2006, Guru Besar Sejarah Islam itu dipercaya menjadi Ketua-Bersama United Kingdom (UK)-Indonesia Islamic Advisory Council.
Ia banyak melakukan dan menghadiri forum dialog yang bertujuan membangun pemahaman antar agama dan kebudayaan. Atas kontribusinya itu, tokoh berdarah Minangkabau itu menerima gelar The Commander of the Order of the British Empire dari Pemerintah Inggris pada 2010.
Prof Azra satu-satunya warga Indonesia yang menerima gelar kehormatan itu. Gelar itu lebih tinggi dibanding gelar kehormatan yang diterima pesepakbola ternama David Beckham yang diberi gelar Officer of the British Empire.
Cendekiawan Muhammadiyah itu berhasil meyakinkan kepada publik di Barat bahwa Islam Indonesia berbeda dengan Islam Timur-Tengah. Dengan jumlah muslim terbesar di dunia, Islam Indonesia bisa dijadikan model dan inspirasi soal negara muslim modern yang maju dan demokratis.
Citra Islam Indonesia yang harum di Barat tidak lepas dari ‘PR-ing’ Prof Azra untuk Islam dan Indonesia. Setelah lulus S1 di IAIN Syarif Hidayatullah, Prof Azra melanjutkan studinya ke universitas bergengsi di Amerika Serikat.
Ia belajar sejarah Islam di Universitas Columbia, mulai strata S2 hingga S3. Ia lulus dengan disertasi tentang jaringan ulama nusantara dan Timur Tengah di abad ke-17 dan 18. Disertasi itu mengantarnya jadi intelektual Indonesia skala dunia dan jadi rujukan wajib setiap karya ilmiah yang berbicara tentang sejarah Islam di Indonesia.
Prof Azra juga dikenal sosok berani menyatakan sikapnya atas kondisi sosial yang dianggapnya tidak benar. Ia menyarankan energi umat Islam diarahkan ke hal-hal yang lebih penting dan bermanfaat dibanding memenuhi Jakarta untuk menekan Gubernur Ahok pada Pilkada Jakarta lalu.
Ia khawatir banyaknya penceramah berpaham radikal yang menyampaikan gagasannya, baik di masjid atau di media-media digital, secara bebas. Ia menyarankan para penceramah itu perlu ditertibkan dengan cara mereka harus mendapatkan semacam sertifikasi dari otoritas yang ditentukan.
Ketua Dewan Pers itu juga mengingatkan media agar tidak partisan menjelang Pilpres 2024 dan menghindarkan narasi-narasi yang memecah belah. Legasinya untuk keislaman, keindonesiaan, dan demokrasi akan terus mewarnai dan dikenang. Selamat jalan, Prof. Azra.