Tionghoa Sebagai Tumbal Demokrasi

Published:

Jakarta, PIS – Kerusuhan 13-15 Medi 1998 adalah sejarah kelam Indonesia Ratusan rumah, kantor, pabrik, toko milik warga Tionghoa dijarah, dibakar, dihancurkan Puluhan perempuan Tionghoa menjadi korban kekerasan seksual dan perkosaan Lebih dari seribu orang tewas. Namun kerusuhan itu membuka jalan bagi era demokrasi di Indonesia Yang marah karena kerusuhan Mei bukan cuma aktivis demokrasi dalam negeri Tekanan internasional terhadap pemerintah Soeharto berdatangan Akhirnya para orang terdekat Soeharto pun tahu bahwa rezim tak bisa dipertahankan Pada 20 Mei 1998, Soeharto mengundurkan diri Era reformasi dan demokrasi pun dimulai.

Bisa dibilang, warga Tionghoa adalah tumbal yang diperlukan agar demokrasi lahir. Berbagai kesaksian memang menunjukkan saat kerusuhan terjadi, aparat keamanan seperti membiarkan penyerangan terjadi. Walau bersenjata lengkap, mereka terksan hanya berjaga-jaga tanpa berusaha menghentikan kerusuhan. Kerusuhan di berbagai daerah itu juga memiliki pola serupa. Dimulai oleh kelompok orang tertentu yang memprovokasi, baru kemudian berlanjut menjadi serangan massal terhadap warga tionghoa. Salah satu fakta yang menimbulkan kecurigaan adalah bahwa ketika kerusuhan berlangsung, para pimpinan ABRI justru berkumpul di Malang. Padahal ketika itu, tanda-tanda ke arah kerusuhan sudah bisa dirasakan sejajk tertembak matinya para mahasiswa pada 12 Mei.

Yang berkumpul di Malang adalah antara lain Pangab Jenderal TNI Wiranto, KSAD Jenderal TNI Subagyo, Pangkostrad Letjen TNI Prabowo Subianto, dan Danjen Kopassus Muchdi PR. Acara yang dihadiri pun sekadar upacara pemindahan Pasukan Pemukul Reaksi Cepat dari Divisi I ke Divisi II Kostrad. Karena rangkaian fakta itu, banyak pihak menganggap kaum Tionghoa sengaja dikorbankan, dengan tujuan akhir menumbangkan Soeharto. Warga Tionghoa memang merupakan sasaran empuk. Walau terus mengalami diskriminasi, kaum Tionghoa berhasil mengembangkan kemampuan bisnis mereka di era Orde Baru. Di tahun-tahun 1990an itu sudah lahir para konglomerat Tionghoa Indonesia yang unggul atas pengusaha non-Tionghoa Ini semua menyumbang bagi tumbuhnya kebencian terhadap pengusaha dan juga warga Tionghoa.

Banyak pihak yang tersingkir dalam kompetisi ekonomi meniupkan cerita bahwa Tionghoa adalah sumber krisis ekonomi Indonesia. Tersiar pula kabar bohong bahwa orang-orang Tionghoa melarikan uang rakyat ke luar negeri dan sengaja menimbun sembako sehingga rakyat Indonesia kelaparan dan sengsara. Karena itulah, ketika kemarahan massa meledak ada pihak-pihak yang sengaja mengarahkan sasaran membabibuta pada orang-orang Tionghoa. Sangat mungkin yang berada di belakang tragedi adalah para elit politik yang masih hidup. Dan karena itu pula, misteri di belakang tragei Mei 1998 tidak bisa dibongkar sampai saat ini. JANGAN LUPAKAN TRAGEDI 1998

Artikel Terkait

Terbaru

spot_img