Guys, ada demo ratusan umat Buddha di depan kantor Kelurahan Cengkareng Barat, Selasa lalu. Mereka nolak penutupan Vihara Cetiya Permata di Hati, tempat ibadah mereka. Sambil ngebawa spanduk, mereka minta keadilan dan supaya vihara dibuka lagi. Masalah ini muncul gara-gara protes warga soal izin vihara. Ketua RT bilang, kegiatan di vihara nggak pernah minta izin. Ketua RW juga bilang, pembangunan vihara nggak pernah dilaporin resmi.
Awalnya, mereka kira cuma bangun rumah tinggal, eh ternyata malah jadi vihara. Widodo, jemaat vihara, cerita masalah ini udah mulai sejak 24 Juli lalu. Waktu itu, jemaat lagi ibadah dan ada warga yang protes karena sebagian kegiatan mereka pakai jalan umum. Warga itu bahkan sengaja ngegeber motor dan ngeluh soal izin. Padahal ada polisi di lokasi, tapi malah nggak peduliin. Ibadahnya juga cuma setengah jam kok, dan nggak nutup semua jalan.
Tradisi ini juga udah belasan tahun dilaksanain dan nggak pernah ada masalah. Widodo juga udah coba mediasi lewat RT/RW, tapi nggak ada hasil yang adil. Mereka malah ngerasa otoritas lebih memihak warga yang nolak dan gak mendukung kerukunan. Padahal, jemaat vihara selalu bayar iuran warga secara rutin.
Sekarang mereka bingung karena tanggal 21 nanti mau adain ibadah Dewi Kuan Yin. Yang mereka pengen cuma satu: bisa ibadah damai tanpa diganggu. Widodo bilang, dia warga Indonesia, punya hak beribadah sesuai konstitusi.
Sedih ya, ngeliat mayoritas yang malah intimidasi kaum minoritas. Harusnya, kita bisa saling hormat dan jaga keberagaman. Kebebasan beribadah itu hak semua orang, nggak ada yang boleh semena-mena cuma karena merasa mayoritas. Semoga otoritas bisa kasih solusi yang adil, dan umat Buddha di Cengkareng bisa beribadah dengan tenang.
Damai dalam perbedaan itu lebih indah, guys!
KATEGORI: KEBERAGAMAN