Jakarta, PIS – Ada dua masjid di Sumatera yang nasibnya sangat kontras. Masjid pertama di Samalanga, Bireuen, Aceh. Masjid kedua di Siborong-borong, Tapanuli Utara, Sumatera Utara.
Kebetulan, dua masjid itu sama-sama bernama Taqwa. Masjid pertama bernasib tragis. Pembangunan Masjid Taqwa di Samalanga mendapat penolakan. Tiang betonnya pernah dibakar dan dibongkar.
Izin mendirikan bangunan (IMB) yang pernah diberikan, belakangan ditarik lagi. Hingga kini tidak ada kejelasan soal pembangunan Masjid Taqwa di Samalanga. Pada Mei lalu, PIS membuat video yang isinya dukungan terhadap pembangunan Masjid Taqwa di Samalanga.
Masjid kedua bernasib jauh lebih baik. Masjid Taqwa di Siborong-Borong sudah berdiri sejak 1934. Bangunannya cukup megah dan mampu menampung hingga 100 jamaah. Padahal jumlah muslim di Tapanuli Utara kurang dari lima persen.
Kerennya lagi, setiap kecamatan di Tapanuli Utara terdapat lebih dari satu masjid. Beberapa waktu lalu, PIS membuat video yang isinya apresiasi terhadap toleransi di Tapanuli Utara.
Lantas, mengapa nasib dua masjid itu begitu kontras? Pertama, tingkat toleransi warga. Meski sama-sama muslim, tapi sebagian warga di Bireuen tidak toleran dengan keberadaan Masjid Taqwa.
Sementara warga di Tapanuli Utara sangat toleran dengan keberadaan Masjid Taqwa, meski mereka mayoritas Kristen. Kedua, kualitas kepala daerah. Kepala daerah di Bireuen takluk dengan tekanan sebagian warga yang intoleran sehingga bertindak diskriminatif terhadap warga yang minoritas.
Sementara kepala daerah di Tapanuli Utara berkomitmen memberikan pelayanan publik yang non-diskriminatif dan akan bersikap tegas terhadap intoleransi. Mudah-mudahan spirit toleransi di Tapanuli Utara menular ke daerah-daerah lainnya.
Agar tidak lagi terdengar berita pembangunan rumah ibadah yang ditolak, apapun rumah ibadah itu. Indonesia tanpa intoleransi.