Jurang pendidikan antara Papua dan daerah-daerah lain memang luar biasa lebar. Sebuah survei menunjukkan, data kemampuan literasi siswa kelas 3 SD di Papua hanyalah 36%. Hah! 36%? Itu kan artinya, sekitar 64% siswa kelas 3 di sana TIDAK BISA BACA????
Survei yang bikin sedih ini dilakukan organisasi kemanusiaan Wahana Visi Indonesia (WVI), akhir tahun 2022 lalu. WVI meneliti empat daerah di Papua yang juga menjadi wilayah dampingan mereka. Sentani, Biak, Pegunungan Tengah dan Asmat.
Dari empat daerah itu, Asmat menjadi kabupaten dengan siswa SD yang literasinya paling rendah, hanya 26,5 persen. Sedangkan di Biak, 40,9 persen siswa SD memiliki tingkat literasi yang baik.
BTW, literasi yang dimaksud disini ialah kemampuan siswa dalam membaca dan juga memahami isi bacaannya. Di Indonesia, umumnya siswa kelas 3 SD biasanya sudah mampu membaca sampai 80 kata per menit. Tapi kalau di Asmat, Papua, umumnya mereka hanya bisa membaca 5 kata dengan benar dalam waktu 1 menit.
Kondisi di sana memang memprihatinkan luar biasa. Murid-murid Papua tidak memiliki akses bahan bacaan yang cukup. Keluarganya pun tidak suka membaca. Budaya tutur jauh lebih tinggi dibandingkan budaya menulis.
Selain itu, guru-guru disana ngggak banyak yang memiliki status sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN). Kebanyakan masih berstatus guru honorer bahkan sukarelawan. Imbasnya, kualitas pengajaran di sekolah menjadi rendah, termasuk kegiatan literasi yang kurang diterapkan dalam pembelajaran.
Untuk meningkatkan keterampilan para siswa, WVI mengkampanyekan program ‘Baca Tanpa Batas’. Mereka juga bilang, anak-anak di Papua itu punya potensi yang luar biasa. Karena itu, mereka terus menjalankan program yang membangun budaya baca sejak anak berada di tahun-tahun pertama sekolah.
Apa yang dilakukan WVI ini luar biasa keren. Semoga perjuangan mereka membawa manfaat sebesar-besarnya bagi anak-anak Papua. Semangat terus Wahana Visi Indonesia!