Jakarta, PIS – Apakah bunga sama dengan riba? Pertanyaan ini kembali mencuat karena ada pasal yang dianggap pro-riba di KUHP Perdata belakangan digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Yang mengugat, Edwin Dwiyana dari Bekasi dan Utari Sulistyowati Bogor. Menurut mereka, pasal dianggap pro-riba itu bertentangan dengan al-Quran dan UUD 45. Ada 4 pasal yang digugat, salah satunya Pasal 1765.
Bunyinya begini, “Bahwa adalah diperbolehkan memperjanjikan bunga atas pinjaman uang atau barang lain yang habis karena pemakaian.’ Mereka bilang, mematok bunga dalam klausul perjanjian bisa dikategorikan sebagai pro-riba.
Padahal, riba hukumnya haram dalam Islam, kata mereka. Bahkan dosanya lebih besar dari menzinahi ibu kandung sendiri, kata mereka. Karena itu, kata mereka pasal ini bertentangan dengan hukum Islam.
Sehingga, kebebasan mereka dalam menjalankan agama nggak dijamin oleh Undang-undang. Mereka juga bilang frasa ‘bunga’ dalam pasal itu peninggalan warisan rezim kolonialisme Hindia Belanda.
Menurut mereka, ini sangat tidak sesuai dengan semangat ekonomi Pancasila. Karena tidak mengutamakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pertanyaannya, benarkah bunga sama dengan riba?
Dalam khazanah keilmuan Islam, ulama memang sepakat bahwa riba itu haram status hukumnya. Tapi, ulama berbeda pandangan soal hukum bunga dari transaksi pinjam-meminjam uang.
Sebagian mengharamkan, tapi sebagian yang lain memperbolehkannya. Ulama yang membolehkan misalnya Syaikh Ali Jum’ah, Syaikh Muhammad Abduh, Syaikh Sayyid Thanthawy, Lembaga Fatwa Mesir, dan lainnya.
Alasannya, karena bunga itu sudah ditentukan nilainya dari awal dan melewati saling ridha di antara dua belah pihak. Mudah-mudahan MK jernih melihat gugatan ini.