“Revolusi dimulai dari Pati.” Kutipan ini dari caption salah satu video yang diposting konten kreator, Virdinda La Ode Achmad, di akun Instagramnya pada 14 Agustus lalu. Dalam postingannya itu, dia menyoroti demo besar terhadap Bupati Pati, Sudewo, pada 13 Agustus lalu. Dia mengajak penonton belajar dari apa yang terjadi di Pati, Jawa Tengah, belakangan ini. Menurutnya, para pejabat publik harus diingatkan bahwa mereka bukan siapa-siapa. Tanpa kepercayaan rakyat, mereka nggak akan pernah mendapatkan kursi kekuasaan.
“Proses demokrasi itu tidak hanya terhenti hanya sebatas di bilik suara,” katanya. “Tapi setiap hari itu adalah proses demokrasi itu sendiri. Setiap kebijakan yang diambil dan setiap keputusan yang diambil oleh mereka-mereka yang terpilih sudah pasti akan berdampak ke kehidupan kita,” lanjutnya. Menurutnya, Bupati Pati itu satu dari sekian banyak pejabat yang lupa mereka itu dipilih oleh siapa. “Dengan arogansi, mereka bikin kebijakan suka-suka dan merugikan rakyat,” katanya. Ketika rakyat bersuara, katanya, mereka nggak mau dengar. Mereka malah nantangin balik rakyat dan nyalahin balik rakyat, katanya.
“Dari Pati kita harusnya bisa belajar bahwa ketika kepala terlalu mendongak, maka sudah waktunya kaki-kaki demokrasi itu menginjakkan tanah,” katanya. “Mari kita dukung warga Pati untuk rebut kembali demokrasi,” pungkasnya. Videonya ini sudah ditonton lebih dari 28 ribu kali. Komen-komen video itu cenderung positif dan mendukung perlawanan warga Pati.
Just info, Pati belakangan ini lagi bergejolak. Ini berawal dari kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) sebesar 250 persen oleh Bupati Pati. Kenaikan ini dilakukan karena belum ada kenaikan PBB selama 14 tahun. Kebijakan itu ditolak warga. Massa menggelar aksi dan membangun posko penggalangan dana di sekitar Alun-alun Pati. Satpol PP Pati membubarkan posko itu. Sempat terjadi adu mulut hingga ricuh saat pembubaran tersebut. Petugas membawa hasil donasi yang dikumpulkan massa yang membuat massa kesal dan menduduki truk Satpol PP.
Nggak lama kemudian, beredar video Bupati Pati yang menantang massa untuk ramai-ramai mendatanginya. Dia bahkan mengaku nggak gentar didatangi 5 ribu sampai 50 ribu orang. Menurutnya, keputusan itu untuk memajukan Pati. Belakangan Bupati Pati minta maaf terkait ucapannya itu. Dia mengaku nggak bermaksud menantang massa. “Mosok rakyat saya tantang,” katanya. Dia juga berharap demo penolakan keputusannya itu berjalan lancar dan bukan karena ditumpangi pihak tertentu.
Belakangan keputusannya itu dibatalkan setelah ramai penolakan warga. Meski Bupati Pati sudah minta maaf dan membatalkan keputusannya, bukan berarti demo berhenti. Puncaknya, pada 13 Agustus lalu ribuan massa memenuhi kantor bupati dan DPRD. Massa aksi mendesak bupati keluar menemui mereka. Dia menemui massa aksi. Dari atas mobil polisi, dia minta maaf dan berjanji akan bekerja lebih baik lagi. Tapi massa melemparinya dengan botol. Lebih jauh, massa mendesak mundur bupati dari jabatannya.
Apa yang terjadi di Pati bisa jadi pembelajaran penting buat semua kepala daerah. Mereka dipilih, menang, dan jadi pejabat publik karena mendapat dukungan publik. Karena itu, sudah seharusnya mereka melayani publik. Salah satunya ya nggak membuat keputusan yang bisa merugikan publik. Menaikkan PBB memang bukan cuma dilakukan Bupati Pati. Bupati Jombang bahkan menaikkan PBB lebih dari seribu persen. Tapi kondisi Jombang nggak se bergejolak Pati. Salah satu faktornya adalah Bupati Jombang nggak menantang warganya yang menolak keputusan itu.
Jadi, bisa dipahami kenapa warga Pati marah. Tapi, buat apa juga influencer itu dalam videonya bilang “revolusi dimulai dari Pati”. Dia mau ‘revolusi’ juga menjalar ke berbagai daerah dan ke level pemerintahan pusat? Kepala daerah atau pejabat publik yang nggak becus, termasuk dalam soal pemenuhan hak beribadah warganya yang minoritas, memang wajib dikritik. Tapi nggak perlu juga adanya revolusi dalam arti pemakzulan. Cukup nanti nggak usah dipilih lagi di pilkada, seperti saran ilmuwan politik, Saiful Mujani. Yuk, jadi pejabat publik yang becus bekerja dan pandai berkomunikasi!