Seorang siswi SMA tampar gurunya gara-gara disuruh lepas jilbab. Kejadian mengejutkan ini terjadi di Prancis, pada 7 Oktober lalu di SMA Tourcoing. Gadis muslim 18 tahun ini ceritanya pakai jilbab di sekolah. Padahal ada aturan yang melarang murid pakai jilbab. Karena itu, dia diminta melepas jilbab oleh gurunya. Si guru juga memotret dirinya untuk memperoleh bukti. Nggak terima, gadis itu malah menyerang sang guru. Di pengadilan, sang siswi bilang dia nggak menampar gurunya, tapi ngaku sempet nendang balik gara-gara kesel.
Dia juga bilang nyesel, tapi ngerasa bukan dia yang mulai duluan. Karena kejadian ini, sang siswi dilarang masuk sekolah, diawasi pengadilan, sampai akhirnya ditangkap di rumahnya. Dia kena pasal kekerasan, bahkan dianggap melakukan ancaman pembunuhan ke pekerja layanan public. Pengacara gurunya bilang, siswa itu memang punya hak untuk merasa wajib mengenakan jilbab. Tapi di mata hukum, si guru juga berhak dan bahkan wajib memerintahkan si murid melepas jilbab
Di Prancis, sesuai aturan sekularisme, ada larangan menggunakan atribut agama di sekolah. Larangan itu sudah ada sejak 2004. Larangannya nggak cuma buat jilbab doang, tapi juga simbol agama lain kayak salib gede atau kippah Yahudi. Intinya, peraturan sekularisme ini bilang agama nggak punya tempat di ruang public, termasuk sekolah. Peristiwa ini kembali menunjukkan tidak mudahnya menerapkan aturan sekularisme yang melarang simbol agama di sekolah. Masalahnya bagi sebagian umat Muslim, mengenakan jilbab dipercaya sebagai kewajiban
Buat Muslim, jilbab itu nggak sekadar simbol, tapi kewajiban agama. Jadi larangan itu dianggap diskriminatif. Dalam tahun-tahun terakhir ini, ketegangan antara Muslim sama non-Muslim semakin meningkat. Aksi terror yang dilakukan kelompok ekstremis yang bawa-bawa nama Islam bikin banyak orang di Eropa menganggap Islam identik dengan kekerasan dan radikalisasi. Akibatnya, lahir peraturan-peraturan yang membatasi hak umat Islam. Tahun 2011, Prancis ngeban burqa dan niqab
Kebijakan ini rame dikritik karena dianggap nargetin umat Muslim. Amnesty International pernah bilang tahun 2012, Muslim di Prancis sering kena diskriminasi, baik di sekolah maupun tempat kerja. Sentimen anti-Muslim makin parah setelah serangan Charlie Hebdo di 2015. Dalam kasus ini, sekelompok warga muslim membantai jajaran redaksi dan wartawan tabloid yang sering menampilkan kartun yang dianggap melecehkan Islam. Yang paling buat marah kaum muslim adalah tabloid itu juga membuat kartun yang merendahkan Nabi Muhammad. Dalam serangan itu, 12 orang tewas.
Prancis adalah sebuah negara yang sangat menjamin kebebasan berekspresi sebagai bagian dari demokrasi. Tabloid Charlie Hebdo sendiri sering menyindir bukan saja Islam, tapi juga agama-agama lain. Karena itu serangan brutal tersebut membangkitkan sentimen anti-Islam yang semakin menguat
Baru-baru ini, menjelang Olimpiade Paris 2024, pemerintah Prancis juga melarang atlet perempuan Muslim pake jilbab selama kompetisi, yang kembali menuai kritik. Kebijakan-kebijakan ini menunjukkan tantangan besar bagi negara-negara demokratis seperti Prancis. Prancis adalah sebuah negara yang sangat percaya demokrasi. Tapi pertanyaannya: apakah dalam sebuah negara demokratis, tetap harus diizinkan penggunaan simbol-simbol yang dianggap mewakili penolakan terhadap symbol-simbol kebebasan, seperti jilbab misalnya. Mudah-mudahan Prancis bisa menemukan jalan keluar yang memenuhi harapan semua pihak.
DEMOKRASI PENTING, AGAMA JUGA!