Trump Turun Tangan Buka Blokir Tiktok

Published:

Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump membuka kembali pemblokiran terhadap Tiktok. Ini dia lakukan sesaat setelah dirinya dilantik sebagai Presiden AS pada Senin, 20 Januari 2025. Ini langkah yang mengejutkan, karena sebelumnya Tiktok telah diblokir oleh Presiden Joe Biden. Trump memberikan waktu 90 hari kepada Tiktok untuk bernegosiasi kembali terkait kepemilikan Tiktok. Trump menginginkan investor asal AS setidaknya menguasai 50 persen kepemilikan Tiktok. Langkah ini dia sebut sebagai upaya menjaga Tiktok berada ditangan yang baik. Sebelumnya, keinginan tersebut selalu ditolak oleh perusahaan induk Tiktok, ByteDance. Karena itulah secara otomatis Tiktok diblokir oleh pemerintah AS, setelah undang-undang pemblokiran Tiktok berlaku.

Pemblokiran itu mendapatkan reaksi negatif dari warga AS sendiri. Banyak warga AS yang mengeluhkan, pemblokiran itu mengancam bisnis mereka. Ini misalnya sampaikan oleh Kimberly Balance, seorang host live shopping di TikTok. “Kelangsungan hidup saya berada di ujung tanduk,” ujar Balance. Balance memiliki akun ‘KIMMIEBBAGS’ untuk menjual barang-barang bermerek di TikTok, Instagram, dan platform marketplace Whatnot. Keluhan juga disampaikan seorang kreator bernama ChalkDunny.

Dia bilang selama ini 60 persen penghasilannya berasal dari bisnisnya di Tiktok. Kreator lainnya bilang Tiktok adalah platform penghasilan terbesarnya. Pihak Tiktok sendiri mengklaim mereka telah berkontribusi besar terhadap ekonomi AS. Termasuk pendapatan US15 miliar bagi pelaku bisnis kecil. Tiktok juga mengklaim telah mendukung lebih dari 224 ribu pekerjaan di AS. Pemblokiran Tiktok sudah diwacanakan sejak 2019 lalu. Saat itu parlemen AS menuduh Tiktok mengancam keamanan nasional. TikTok dituduh membahayakan privasi pengguna dan menjadi mata-mata pemerintah China. Tiktok membantah tuduhan itu. Mereka menegaskan perusahaannya tetap menjaga kerahasiaan data pengguna dan menjamin keamanannya. Mereka bilang semua data disimpan dalam database yang berlokasi di luar China. Sehingga Tiktok tak tunduk pada regulasi pemerintah China.

Tapi tetap saja bantahan itu dianggap tidak cukup. Pada 2020, Trump menginisiasi pemblokiran Tiktok dengan perintah eksekutifnya. Alasannya, karena TikTok dianggap mengizinkan pemerintah China untuk mengakses data pribadi pengguna asal AS. Trump juga mendorong Tiktok untuk diakuisisi Microsoft, tapi upaya itu tidak berhasil. Walaupun kemudian Tiktok bekerjasama dengan perusahaan perangkat lunak asal AS Oracle. Kerjasama ini sebagai bentuk komitmen Tiktok melindungi data pengguna AS. Atas kerjasama itu, Tiktok mengalihkan semua data penggunanya ke infrastruktur milik Oracle. Itupun dianggap tidak cukup. Pada 2023, Parlemen AS menginterogasi CEO Tiktok Shou Zi Chew terkait hubungan Tiktok dan pemerintah China. Meski Shou membantah, Parlemen AS tetap bersikukuh TikTok mengancam keamanan nasional.

Pada tahun itu Presiden Joe Biden juga meminta Tiktok untuk dijual ke perusahaan non-China. Karena tak juga dipenuhi, pada 2024 Biden mengesahkan Undang-undang untuk memblokir Tiktok, setelah sebelumnya disetujui oleh Parlemen AS. Dengan undang-undang itulah pada 19 Januari lalu, Tiktok diblokir. Setelah dibuka kembali oleh Presiden Trump, belum ada pernyataan dari Tiktok mereka akan menjual kepemilikannya. Sehingga situasi ini belum juga meredakan kekhawatiran para pengguna Tiktok di AS. Masih panjang kayaknya perseteruan ini.

Bagaimana kelanjutannya, kita tunggu ya!

Artikel Terkait

Terbaru

spot_img