Jakarta, PIS – Kok bisa ya ustadz dibunuh setan? Bukankah kejahatan akan selalu kalah dari kebaikan? Pertanyaan ini segera bermunculan setelah film Pengabdi Setan 2 dirilis beberapa waktu lalu.
Dalam film yang sudah ditonton 4 juta orang lebih itu, digambarkan seorang ustadz mati terbunuh di tangan setan. Sebagian penonton nampaknya kecewa dengan adegan itu. Padahal, adegan itu bukan khas Pengabdi Setan 2.
Adegan serupa juga ditemui dalam film Pengabdi Setan 1. Penonton yang kecewa mungkin masih terjebak dalam cara pandang ‘ustadz adalah juru selamat’ dalam film horor Indonesia. Sebagai juru selamat, ustadz lah yang akan mengakhiri teror dan kejahatan yang dilakukan setan.
Jika dilacak, cara pandang ini sebenarnya tidak muncul begitu saja. Ini adalah bagian strategi kebudayaan yang dilakukan Rezim Orde Baru. Jadi, semua film horor Indonesia harus menampilkan sosok kiai atau pemuka agama.
Aturan itu ditetapkan Badan Sensor Film atas perintah Menteri Penerangan Ali Murtopo pada 1981. Kehadiran tokoh agama ditampilkan dalam film horor bukan tanpa tujuan. Tokoh agama dianggap sebagai figur yang tepat untuk menjaga atau memulihkan ketertiban.
Selain itu, Rezim Orde Baru ingin membuat warga patuh pada otoritas dengan tokoh agama sebagai simbolnya. Berhubung kuatnya pengaruh rezim Orde Baru saat itu, maka tidak ada pilihan bagi pembuat film dan produser untuk tidak mengikutinya.
Karena itu, tidak mungkin ada skenario tokoh agama kalah dan dibunuh setan dalam film-film horor Indonesia. Setelah masuk ke era Reformasi, pola seperti ini tidak sepenuhnya berganti. Itu terlihat di antaranya dalam film Asih, Hantu Jeruk Purut, Danur 2.
Ini yang sedang dibongkar Joko Anwar dalam film Pengabdi Setan 1 dan 2. Jadi, penonton harus terbiasa ya dengan adegan ustadz kalah atau terbunuh oleh setan. Tidak usah galau lagi ya!